Kamis, 24 Desember 2009

Menanti Kriteria Kabinet Ideal


Oleh: Andryan, SH


Hasil rekapitulasi yang dilakukan oleh KPU telah selesai dengan menetapkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Boediono sebagai capres-cawapres terpilih untuk masa kepemimpinan 2009-2014. SBY-Boediono meraih suara tertingi dengan 73.874.562 suara atau 60,80 persen mengungguli para pesanginya. Dengan adanya penetapan KPU tersebut, maka kita sebagai rakyat telah menemukan sosok pemimpin bangsa dan negara dalam sistem pemerintahan negara mendatang. Sebelumnya KPU juga telah menetapkan anggota dewan baik DPR, DPD, maupun DPRD untuk menjalankan fungsi lembaga legislatif.


Lantas, apalagi yang kita nantikan selanjutnya? Tentu saja wajah-wajah para anggota kabinet hasil racikan oleh capres terpilih. Saat ini bursa untuk pencalonan anggota kabinet telah santer diperbincangkan dan seperti yang telah dipublikasikan oleh media bahwa capres terpilih SBY menyatakan tidak mau tergesa-gesa dalam memilih para pembantunya. SBY pada masa awal pemerintahan 2004 diketahui bermasalah dalam hal memilih para anggota kabinet yang mana pada saat itu banyaknya tekanan politik menghampirinya.


Hingga saat ini apabila kita berbicara mengenai kabinet yang dihuni oleh dewan menteri-menteri negara tentunya kita sudah mengenal betul orang yang memangku jabatan sebagai pembantu presiden tersebut, sebab selama ini meskipun kepemimpinan pemerintahan negara telah silih berganti, namun anggota kabinetnya sebagian besar adalah wajah-wajah lama dalam memimpin sebuah departemen pemerintahan maupun yang non departemen. Lalu yang menjadi pertanyaan kita, apakah negeri ini kekurangan orang-orang yang mampu dan ahli dalam bidangnya? Hingga wajah lama bahkan yang telah dikenal publik tidak mampu lagi untuk membidangi suatu urusan tertentu juga masih saja terpampang dalam setiap era pemerintahan.


Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, “Bahwa apabila suatu urusan tidak diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”. Pada saat dahulu hingga sekarang masalah kepemimpinan yang bukan menjadi keahliannya telah merambah di segala bidang kehidupan. Salah satu contohnya yakni, hinga kini permasalah transportasi kita yang sering mengalami kemandekan dengan seringnya terjadi kecelakaan disebabkan kebobrokan dalam sistem perhubungan di republik ini. Mengapa hal ini terjadi? salah satunya tentu karena kepemimpinan dalam bidang perhubungan tersebut tidak diserahi kepada yang ahlinya. Malahan dengan rasa yang tidak ada malunya, setelah mengalami kecelakaan sistem perhubungan tersebut, para pemimpinnya masih saja betah untuk menempati kedudukannya. Tidak seperti di negara maju yang pada umumnya apabila terjadinya kecelakaan transportasi yang disebabkan oleh kesalahan teknis, maka menteri perhubungannya langsung mengundurkan diri, sungguh sikap seorang ksatria yang tidak dimiliki oleh negeri kita.


Kriteria Kabinet Ideal


Dalam menetapkan calon angggota kabinet pemerintahan capres terpilih, perlu untuk merumuskan beberapa kriteria yang dianggap tepat dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan mendatang. Sebab apabila calon kabinet tersebut tidak mampu dalam menjalankan fungsi pemerintahan kelak, maka akan banyak menimbulkan kerugian negara salah satunya terkurasnya APBN. Kriteria pertama, Kapabilitas (kemampuan), kriteria ini dalam arti yakni mempunyai kemampuan dan ahli dalam suatu urusan tertentu. Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya bahwa segala urusan haruslah diserahkan kepada yang ahlinya. Apabila kriteria ini ada pada calon menteri tersebut niscaya pemerintahan kelak akan mampu menghadapi berbagai macam tantangan kedepan yang semakin komleksitas dan benar-banar menjalankan tugas serta fungsinya dengan baik.


Kriteria kedua, Fokus dalam satu urusan. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa negeri ini dihuni oleh para pejabat yang sangat rakus akan kedudukan, maka rangkap jabatan pun sering terjadi. Apabila calon menteri tersebut memiliki banyak jabatan yang dipegangnya, sudah barang tentu secara perlahan-lahan akan meruntuhkan beberapa bidang yang dipegangnya di samping juga akan melemahnya dalam menjalankan tugas dan fungsi di pemerintahan. Oleh karena itu, para calon kabinet mendatang haruslah fokus pada satu urusan saja. Meskipun dalam sosok seseorang tersebut memiliki kemampuan, akan tetapi sebagaimana yang telah menjadi habitat manusia, bahwa tidak dapat berhasil seseorang dengan menjalankan banyaknya urusan secara bersamaan dan apabila fokus pada satu urusan maka keberhasilan dalam menjalankan tugas dan fungsi suatu bidang tersebut niscaya akan terwujud.


Kriteria Ketiga, Kalangan Netral, meskipun capres terpilih sukses dalam mencapai kedudukannya, tapi salah satu kesuksesan tersebut karena adanya dukungan partai koalisi. Ketika partai koalisi tersebut mulai merajut dukungan bersama, maka sudah barang tentu isu bagi-bagi kursi di kabinet mulai hangat. Para anggota kabinet mendatang boleh saja berasal dari kalangan parpol, akan tetapi kemampuan dalam membidangi suatu urusan tertentu jangan sampai di abaikan begitu saja. Sebab, seperti yang telah terjadi pada masa pemerintah sebelumnya, ketika terjadinya perombakan kabinet atau yang bekennya disebut Reshuffle menghampiri anggota kabinet kalangan parpol, maka perselisihan antar parpol dengan pemerintahan pun terjadi yang pada akhirnya meretakkan kekuatan pemerintahan. Oleh sebab itu, kriteria calon menteri dari kalangan netral haruslah di prioritaskan, disamping juga dalam membuat suatu kebijakan tidak adanya unsur muatan politis dan lebih terfokus terhadap permasalahan bangsa dan negara.


Kriteria keempat, Track Record. Kriteria ini perlu dirumuskan dalam mencari sosok anggota kabinet yang tidak diragukan lagi sebagai seorang negarawan dan anak bangsa. Track record dalam arti ini juga bahwa disamping mempunyai kemampuan yang didukung pengalaman menghadapi permasalahan bangsa yang memadai juga haruslah terbebas dari masalah hukum, politik praktis, serta hal-hal yang berbau SARA di masa lampau.


Menteri dan Kementerian Negara


Menteri dan kementeriaan negara dibedakan. Menteri adalah jabatan politik, sedangkan kementerian negara diisi oleh pegawai negeri sipil dengan jabatan yang diisi melalui pengangkatan dan pemberhentian secara administratif. Untuk menampung kebutuhan atau kepentingan partai politik yang menduduki jabatan menteri. Dewan menteri yang tergabung dalam kabinet meskipun kewenangan baik pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi hak prerogatif presiden, akan tetapi sebenarnya para anggota kabinet juga merupakan pilihan rakyat secara tidak langsung, yang mana mandat kewenangannya diserahkan kepada presiden sebagai pilihan rakyat secara langsung.


Dalam penjelasan UUD 1945 yang sekarang hanya berlaku sebagai dokumen historis, tercantum uraian bahwa jabatan menteri itu merupakan jabatan yang sangat penting. Menteri adalah pejabat tinggi yang secara nyata bertindak sebagai pemimpin pemerintahan sehari-hari dalam bidangnya masing-masing. Karena itu, tidak semua orang dapat bekerja sebagai menteri jika tidak melengkapi diri dengan sifat-sifat kepemimpinan dan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk itu.


Jabatan menteri dalam sistem pemerintahan presidensil juga harus dipahami berbeda dari jabatan menteri dalam sistem pemerintahan parlementer yang murni bersifat politik. Dalam sistem presidensil, yang murni bersifat politik adalah presiden dan wakil presiden, sedangkan jabatan menterinya di samping bersifat politik juga harus bersifat teknis. Apalagi, menteri yang akan diserahi tugas mempimpin suatu departemen pemerintahan republik dengan penduduk yang sangat besar dan kompleksitas persoalan pembangunan yang demikian rumit seperti Indonesia, tentulah diperlukan klualifikasi politik dan teknis yang benar-banr memenuhi syarat kapabilitas (kualifikasi teknis) dan syarat akseptabilitas (kualifikasi politik) yang tinggi. Semoga capres terpilih dapat menemukan sosok anggota kabinet yang mumpuni dan dapat melaksanakan fungsi dan tugas negara dengan baik sebagaimana yang telah dimandatkan oleh rakyat secara tidak langsung.


Tidak ada komentar: