Minggu, 06 Juni 2010

Menggugat Pajak Reklame Kota Medan

Salah satu problematika kota Medan yang tidak kunjung usai dalam menuju kota Metropolitan yakni semakin menjamurnya papan reklame. Papan reklame yang terdiri dari billboard, spanduk, baliho, maupun jenis papan iklan raksasa yang memasarkan sebuah produk kini semakin tidak terurus dengan semberawutnya kota Medan bak kota besar yang tidak memiliki pemerintahan. Tidak hanya itu, papan reklame yang telah membuat kota ini semakin sumpek, juga telah menganggu estetika kota serta dapat membahayakan keselamatan bagi penduduk kota Medan.


Ada apa dengan pemerintahan kota Medan? Meskipun tambuk kepemimpinan kota ini silih berganti, akan tetapi problematika papan reklame dalam menata estetika kota dan memperhatikan keselamatan penduduk kota seakan tidak terealisasi. Mengapa pemimpin kota ini mengorbankan penduduk kota demi untuk mengejar Pendapan Asli Daerah (PAD) berupa pajak dan retribusi reklame?


Lantas, apakah dengan menjamurnya reklame tersebut otomatis juga akan mendongkrak PAD kota Medan? Apabila kita perhatikan banyak reklame yang tidak mendapatkan izin dan yang berizin pun telah habis masa izinnya. Sebenarnya lebih disayangkan lagi semakin menjamurnya papan-papan reklame tersebut tidak berbanding lurus dengan PAD yang masuk. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan Tahun 2008, Dinas Pertamanan hanya ditargetkan memperoleh PAD dari sektor ini Rp13 miliar.


Meskipun katanya over target, paling maksimal mencapai Rp 20 miliar, itupun kalau tercapai. Bandingkan dengan Surabaya dari sektor ini pada tahun 2006 mereka sudah meraih PAD Rp 40 miliar. Bahkan, Tahun 2007 meningkat menjadi Rp 44 miliar dan tahun lalu menjadi Rp 47 miliar. Padahal Kota Pahlawan ini jumlah papan reklamenya secara kuantitas tidaklah sebanyak di kota Medan dan lebih tertata dengan memperhatikan estetika kota dan juga keselamatan penduduknya.


Menggugat Pajak Reklame


Dengan begitu menjamurnya papan reklame dan seakan lebih mengutamakan dalam mengejar PAD kota Medan, kita tentu bertanya-tanya apakah antara pejabat Pemko dalam hal ini yang berwenang dalam menata dan memungut pajak papan reklame Dinas Pertamanan Kota Medan dengan pengusaha advertising ada “permainan”?


Setidaknya dugaan adanya “permainan” antara pejabat Pemko Medan dengan pengusaha advertising tersebut mendekati kenyataan dengan melihat hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sekitar 121 perusahaan reklame diduga tidak membayar pajak dan retribusi kepada Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Pertamanan Kota Medan, sejak tahun 2006-2009 yang telah menimbulkan kerugian negara Rp.18 miliar lebih. (Harian Analisa, 02/06/10). Bahkan tidak hanya itu, dalam pemberitaan harian tersebut juga menyatakan bahwa ratusan reklame dalam berbagai ukuran yang memenuhi Kota Medan, diduga tidak memberikan kontribusi ke Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini kuat dugaan kita adanya penyimpangan ke kantong pejabat terkait dengan jumlah yang sangat besar tersebut.


Meskipun penyelewengan pajak reklame kota Medan masih dalam penelitian Tim Penyelidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejatisu, tentu kita selalu penduduk kota ini memandang sinis antara pejabat Pemko Medan dan juga para pengusaha advertising. Sebab, selain telah menindas rakyat dengan semberawutnya kota dan tidak memikirkan keselamatan jiwa para pengendara lalu lintas serta warga sekitar, tindakan pejabat Pemko Medan juga telah mencederai rasa kepercayaan dan mengkhianati masyarakat kota Medan dengan melakukan “permainan” kotor dengan para pengusaha advertising tersebut.


Sebagai penduduk kota Medan, kita tentunya telah muak dengan apa yang telah dilakukan pemerintah kota ini dalam menata kota Medan menjadi kota Metropolitan. Berbagai problematika seperti masalah drainase yang tidak kunjung usai dan semakin memperluas kebanjiran, masalah kemacetan yang kian parah, dan juga tentu saja masalah penataan reklame yang seakan tidak memikirkan jiwa keselamatan penduduk dengan membiarkan papan reklame ukuran raksasa terpampang di tengah badan jalan.


Ironisnya, meskipun Pemko Medan telah tertutup telinga dalam mendengarkan jeritan rakyat terhadap papan reklame yang seakan siap kapan saja memakan korban demi untuk mengejar PAD kota Medan, malah pajak reklame pun yang seharusnya masuk dalam PAD juga disikat melalui “permainan” dengan pengusaha advertising. Bukankah pajak reklame yang seharusnya masuk dalam PAD tersebut juga merupakan uang rakyat?


Kerugian negara dan tentunya juga kerugian rakyat terhadap penyelewengan pajak reklame tersebut bukanlah nominal yang kecil. Apabila hasil kerugian tersebut diperuntukkan untuk pembiayaan pendidikan, kesehatan, pemberian bantuan kredit terhadap UKM, serta berbagai program kesejahteraan rakyat, maka sangatlah besar dampak yang ditimbulkan secara langsung untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di negeri ini. Rakyat kini tidaklah diam mengetahui haknya “dirampok” orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Maka, rakyat dapat menggugat hak mereka tersebut dengan terus mendesak aparat penegak hukum untuk lebih mendalami dan mengusut kasus yang telah menghambat kesejahteraan rakyat tersebut.


Rakyat dalam menggugat penyelewengan pajak reklame tidaklah hanya memantau serta mendesak aparat penegak hukum untuk menyeret para perampok hak rakyat tersebut. Akan tetapi, lebih jauh juga apabila pihak terkait tidak dapat bertindak, maka rakyat tentunya akan menggugat bersama-sama pihak kepemudaan dan lembaga masyarakat lainnya untuk melakuan pembongkaran secara paksa papan-papan reklame yang menunggak pajak serta papan reklame yang tidak sesuai dengan estetika kota Medan dan keselamatan jiwa penduduk kota Medan. Selain itu, pejabat di Dinas Pertamanan kota Medan yang seyogyanya bertanggungjawab secara langsung haruslah melakukan blacklist terhadap perusahaan advertising yang menunggak dan juga memberikan sanksi secara tegas serta lebih tepatnya dapat juga memberikan efek jera kepada para pengusaha advertising untuk tidak menyengsarakan rakyat dengan menunggak pajak reklame.


Peranan Walikota Terpilih


Sebentar lagi kota Medan akan segera memiliki walikota untuk yang kedua kalinya sebagai walikota pilihan penduduk kota Medan melalui jalur demokrasi. Dengan adanya pemerintahan baru tersebut, tentu siapa pun walikota yang akan terpilih mendatang, kita berharap adanya peranan yang nyata terhadap perubahan kota ini terutama penanganan papan reklame.


Hingga kini papan reklame sangatlah tidak bersahabat dengan penduduk kota Medan. Papan reklame yang berdiri di tengah-tengah badan jalan dapatlah mengganggu penglihatan para pengendara lalulintas. Bahkan tidak sedikit juga papan reklame berdiri dengan ukuran raksasa tepat diatas trotoar yang seyogyanya merupakan hak para pejalan kaki. Papan reklame yang telah tumbuh subur di kota Medan sangatlah lebih besar dampak kerugiannya dibandingkan dengan keuntungannya. Kita banyak melihat korban-korban yang telah tewas dan cedera akibat papan reklame, baik karena tumbang tertiup angin kencang saat tujun hujan, maupun karena mengganggu penglihatan pengendara lalulintas.


Apakah dengan banyaknya korban akibat tidak tertatanya papan reklame dan juga puluhan miliar rupiah tunggakan pajak papan reklame tidak cukup bukti menyadarkan para pemimpin kota ini khususnya bagi pemerintahan baru mendatang untuk lebih serius menangani masalah papan reklame? Maka, dengan adanya walikota terpilih mendatang, kita pun dapat berharap banyak agar papan reklame dapat diatur sesuai dengan estetika kota, keselamatan pengendara lalulintas, dan juga dapat meraup pemasukkan berupa pajak dan retribusi papan reklame ke dalam PAD agar keindahan kota Medan serta kesejahteraan penduduknya dapat terealisasi dalam menuju kota Medan sebagai kota Metropolitan. Semoga..!!!