Minggu, 13 Juni 2010

Kemerosotan Moralitas, Salah Siapa?

Terungkapnya dugaan video adegan panas yang diperankan oleh para artis tanah air, kini semakin menampah panjang kebobrokan moralitas yang melanda masyarakat Indonesia. Sebagian besar rakyat kita dan juga tidak ketinggalan para politisi tentu semakin resah akibat terkuaknya video panas mirip artis tersebut. Hal ini tidak lain dengan beredarnya video tersebut, sebagian rakyat yang turut menjadi fans para artis di khwatirkan akan segera terjerumus mengikuti perilaku sang idola pujaannya.


Para artis yang telah dicap dengan penilaian imej buruk yang melekat kepadanya, kini seakan menambah daftar hitam perilaku yang tidak terpuji dan hanya akan menambah persoalan bangsa yang sedemikian bobrok. Dalam masyarakat awam, para artis seakan dapat dicap sebagai manusia yang luar biasa, maka banyak perilaku yang mereka lakukan pun akan ditiru oleh para penggemarnya. Padahal, mereka tetap hanyalah sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari lumuran dosa, bukan layak dan pantas menjadikannya sebagai idola atau panutan dalam kehidupan.


Kemerosotan Moralitas


Dengan semakin pesatnya perkembangan dunia informasi dan teknologi, mau tidak mau juga ikut mempengaruhi perilaku masyarakat. Bagi para masyarakat yang mengerti penggunaan teknologi dan informasi sesuai pada tempatnya mungkin akan menambah kehidupannya semakin lebih baik. Akan tetapi, bagi sebagian masyarakat awam yang tidak tau bagaimana menempatkan perkembangan teknologi dan informasi yang semakin mutakhir, maka kemerosotan moralitas yang akan merasuki masyarakat tersebut.


Hingga kini, kemerosotan moralitas sedang melanda masyarakat kita. Kemerosotan moralitas yang dimaksud tidak hanya menyoal tindak pidana korupsi, makelar kasus, mafia peradilan, mafia pajak. Melainkan juga kemerosotan moralitas juga sedang melanda kalangan yang tidak terlibat mengenai politik dan hukum. Kemerosotan moralitas yang dimaksud tersebut yakni tawuran antar pelajar maupun mahasiswa dan juga masyarakat umum, pemerkosaan secara berantai, pelecehan dan penindasan terhadap kaum perempuan, dan juga tentu saja perilaku antar jenis manusia yang seakan tidak malu beradegan layaknya suami-istri dengan dalih sama-sama suka.


Perilaku menyimpang dengan beradegan seks diluar nikah tersebut tentu akan semakin memperburuk moralitas manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Bahkan, adegan mesum diluar nikah tersebut tidak hanya memperburuk moralitas antar keduanya, melainkan juga adegan panas tersebut akan semakin menambah panjang merosotnya moralitas manusia manakala adegan tersebut direkam dengan menggunakan teknologi kamera digital untuk menghasilkan sebuah video sebagai dokumentasi adegan tersebut.


Kini, sebagaimana yang kita ketahui, kamera digital bukanlah suatu barang kategori mewah lagi. Sebagian besar masyarakat tentu banyak yang telah memiliki kamera digital tersebut, baik bersamaan dengan ponsel maupun khusus kamera digital. Hal inilah yang akan semakin memudahkan antar kedua insan untuk merekam adegan yang mereka lakukan.


Tidak jarang kita melihat pemberitaan ditelevisi bahwa para pelajar yang seyogyanya menuntut ilmu setinggi-tingginya, justru terlibat dalam adegan mesum dengan pasangannya. Hal ini pun terungkap saat video hasil rekamannya diketahui oleh orang lain atau teman dekatnya dan kemudian mendistribusikannya ke khalayak ramai.

Salah Siapa?


Melihat kemerosatan moralitas yang melanda di bumi pertiwi, lantas kita pun bertanya-tanya apa yang salah dengan masyarakat kita? Mengapa persoalan moralitas sangat sulit ditegakkan di negeri ini. Siapakah yang harus bertanggungjawab dan dipersalahkan dengan terjangkitnya virus kemerosotan moralitas yang melanda masyarakat Indonesia?


Berbagai aspek dapat mempengaruhi peran dalam meningkatkan moralitas seseorang. Aspek pendidikan, lingkungan sekitar, keluarga, serta pemerintah turut andil dalam berperan menyelesaikan persoalan kemerosotan moralitas. Pertama, Aspek Pendidikan. Pendidikan yang baik tentu dalam upaya meningkatkan moralitas anak didiknya, haruslah mencantumkan kurikulim yang berbasis moralitas seperti budi pekerti, agama, akhlak, serta kurikulum yang dapat menunjang kepribadian dan karakter anak didik menjadi manusia yang baik, beriman serta bertaqwa. Saat ini kita lihat banyak pendidikan yang hanya mengejar materi sebesar-besarnya dan mengabaikan kualitas dan kepribadian lulusannya. Di era yang semakin maju, bisnis pendidikan pun sangat menjanjikan, akan tetapi di tengah bisnis yang menggiurkan tersebut, janganlah kita lantas mengabaikan dengan tidak memberikan pedoman serta pendidikan ekstra kurikuler yang akan meningkatkan keterampilan, kemandirian, dan tentu saja menjaga nilai-nilai moralitas.


Kedua, Aspek lingkungan sekitar. A.Lacassagne (1843-1924) yang juga merupakan seorang Mahaguru di Prancis dalam ilmu kedokteran kehakiman berpendapat bahwa suatu kemerosotan moralitas yang berakhir dengan perbuatan kejahatan dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar tempat ia berada atau tinggal. Dalam pendapat beliau, mudah dimengeri bahwa perumahan yang buruk, terdapatnya angka kemiskinan yang tinggi, pendidikan yang buruk, serta terdapatnya anak-anak terlantar dan gelandangan akan dapat mempengaruhi kemerosotan nilai-nilai moralitas yang tentu saja dapat berujung dengan tindak kejahatan.


Ketiga, Aspek pemerintah. Suatu negara dapat dinilai baik warganya manakala peran pemerintahnya dalam turut serta mengatasi persoalan moralitas. Pemerintah tentu mempunyai otoritas yang sangat besar dalam membina warganya agar tidak terjerumus dalam kemerosotan moralitas. Hal ini dapat dimengerti bahwa paran pemerintah tersebut dapat dilakukan dengan memberantas tuna susila secara merata dan berkesinambungan, melakukan sensor film secara intensif dan cermat, serta menarik buku-buku yang dapat merusak segi moralitas di masyarakat.


Pemerintah selalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) saat ini tidaklah bekerja secara serius. Hingga kini pun kita dapat menyaksikan penayangan-penayangan baik sinetron, film bioskop, maupun acara-acara komedi serta talk show yang hanya mengejar rating dan materi tanpa di imbangi dengan pendidikan kepribadian dan moralitas anak bangsa yang menyaksikan tayangan tersebut. Apakah pemerintah menutup mata dan tidak memperdulikan kemerosotan moralitas yang semakin memuncak di republik ini?


Keempat, Aspek keluarga. Dalam menegakkan nilai-nilai moralitas, peran keluarga lah yang dapat menjadi semacam filter atau saringan dari virus-virus yang akan merontokkan kualitas manusia sebagai makhluk mulia baik di hadapan Tuhan maupun ditengah-tengah masyarakat. Keluarga dapat menjadi benteng teakhir yang kokoh dalam menghadapi virus-virus tersebut. Peran keluarga tentu beralasan, yakni dapat memberikan perhatian oleh setiap anggota keluarga, menyelesaikan segala persoalan yang tengah dihadapi oleh salah seorang anggota keluarga, dan tentu juga saling menasehati, mengingatkan atau memberikan bimbingan yang baik agar tidak terjerumus dalam kemerosotan moralitas.


Keluarga yang baik juga dapat membatasi anak-anaknya dalam menyaksikan penayangan yang tidak layak ditonton, memberikan buku-buku ekstra yang bersifat pencerahan diri, motivasi, atau spiritual. Maka, keluargalah yang mempunyai peran sangat besar dalam menjaga anggota keluarganya dari kemerosotan moral. Semoga berbagai polemik yang tengah dihadapi bangsa kita seperti korupsi, makelar kasus, mafia peradilan, mafia pajak, serta yang terhangat adegan panas para artis dan masyarakat umum tentunya dapat menyadarkan kita akan pentingnya menjaga nilai-nilai moralitas lebih dari materi yang berlimpah dan jabatan yang tinggi sekalipun.