Selasa, 16 Juni 2009

Kampanye Pilpres yang Bermartabat


Oleh: Andryan, SH


Kampanye Pemilihan Presiden telah dimulai dan tiga pasangan capres–cawapres siap untuk memaparkan visi dan misinya. Tidak hanya itu, untuk menyukseskan ambisinya, tim sukses atau tim pemenangan yang merupakan tokoh dibelakang layar menuju kesuksesan para kandidat telah dibentuk dan dideklarasikan baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, maupun di kelurahan/desa telah siap tempur menuju petarungan menjadi pemimpin bangsa dan negara pada lima tahun mendatang.


Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa pada waktu menjelang pemilu legislatif 2009, parpol beserta para calegnya berebut untuk mendapatkan perhatian dan hati rakyat sebagai konstituen agar dapat memilihnya dengan menyuguhkan berbagai macam bentuk kampanye. Dalam pesta demokrasi tersebut, sangat disayangkan bahwa banyak parpol yang menggelar kampanye hitam (black Campaign). Kampanye dalam bentuk ini dapat diartikan sebagai kampanye kotor dan lebih menitikberatkan pada pembunuhan karakter seseorang. Kampanye seperti ini dapat juga memberikan dampak yang buruk dan tidak mendidik kepada rakyat, yang mana kita ketahui bahwa disamping memberikan visi dan misinya, kampanye juga dapat memberikan pendidikan politik kepada calon penerus bangsa khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.


Lalu seiring dengan berjalannya waktu, pemilu legislatif 2009 telah berlalu dan KPU telah menetapkan calon terpilih baik untuk kursi DPR, DPD, maupun DPRD meskipun harus menunggu putusan MK terkait sengketa hasil pemilu. Masyarakat Indonesia pun berharap agar kampanye terselubung serta memberikan kesan yang tidak baik kepada rakyat tidak terulang lagi pada pilpres yang akan segera dilaksanakan. Akan tetapi, belum lagi dimulainya kampanye untuk para capres-cawapres, masyarakat kembali disunguhi oleh berbagai aksi yang buruk, baik yang dilakukan oleh para kandidat maupun para tim suksesnya. Di mulai dengan aksi kampanye terselubung atau curi start, saling menjelek-jelekkan serta menjatuhkan satu sama lain, dan bahkan ada yang membawa permasalahan suku, agama, dan beda corak lainnya


Memaknai Kampanye Bermartabat


Sebagai bangsa yang terbentang dalam wadah NKRI, seharusnya para kandidat capres-cawapres, tim sukses, serta para simpatisan dan pendukung menyadari bahwa pemilu yang kita laksanakan pada setiap lima tahun sekali mempunyai makna yang sangat krusial untuk membangun bangsa yang demokrasi sebagaimana yang diamanahkan oleh konstitusi kita. Pemilu diadakan tidak lain adalah untuk mencari pemimpin bangsa yang berkualitas serta dapat menjadi suri tauladan bagi rakyatnya. Bagaimana jadinya apabila calon yang bakal menjadi pemimpin bangsa kelak tidak memiliki sikap yang patut dijadikan sebagai pemimpin dan teladan bagi rakyatnya.


Kita menyadari betul bahwa untuk menjadi pemimpin bangsa, tidak hanya berkualitas dari segi intelektual, akan tetapi juga harus cerdas dalam segi spritual, emosional, serta fisiktual. Hal inilah yang harus kita sikapi bersama sebagai masyarakat yang menjunjung etika dan moral. Apabila calon pemimpin dapat memenuhi segi-segi tersebut, maka dalam menyampaikan visi dan misinya tentu ia akan sangat jauh dalam tindakan yang tidak terpuji sebagaimana yang telah dipertontonkan kepada kita selama ini.


Kemudian dalam melaksanakan kampanye yang bermartabat, kita menyadari bahwa kampanye merupakan salah satu wadah untuk membangun pendidikan politik di tanah air. Bagaimana jadinya kelak apabila kampanye yang dilaksanakan tersebut terkesan kampanye kotor, maka rakyat pun akan disuguhi oleh pendidikan politik yang kotor pula sebagaimana yang kita alami selama ini. Pendidikan politik yang kotor akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan bangsa terutama kepada para calon penerus bangsa dan negara. Politik praktis, politik uang, serta pembunuhan karakter adalah beberapa jenis dari buah hasil pendidikan yang kotor pula dan akan berujung kepada tindakan abmoral, korupsi, kolusi, nepotisme, serta tindakan yang tidak terpuji lainnya yang dapat manghancurkan pondasi negara yang telah di bangun oleh para perintis kemerdekaan.


Perang “Jargon”


Seperti biasanya bahwa para kandidat yang maju untuk putaran pilpres selalu menggunakan slogan atau jargon untuk menarik para konstituen. Dalam pilpres 2009 yang terdapat tiga pasangan capres-cawapres, jargon pun selalu menjadi sejata untuk menjatuhkan para pesaingnya. Jargon yang disung tersebut antara lain, pasangan SBY-Boediono mengusung jargon “Lanjutkan”, hal ini tentu saja menjadi senjata pasangan ini untuk terus melanjutkan visi dan misinya yang sebagian telah terbukti terealisasi dengan baik. kemudian pasangan Megawati-Prabowo yang mengusung jargon “Membangun Ekonomi Kerakyatan”, jargon ini tidak saja bakal dapat menarik hati rakyat, akan tetapi juga dapat menjatuhkan salah satu kandidat yang terdengar adanya isu Neo-liberalisme dan kapitalisme. Lalu, pasangan Jusuf Kala-Wiranto juga optimis dengan jargonnya “Lebih Cepat Lebih Baik”, tentu saja jargon pasangan ini juga menjatuhkan salah satu kandidat yang mana terkesan sangat lambat dalam mengambil suatu tindakan atau kebijakan.


Perang jargon selau identik dengan perang urat syaraf, yang mana dengan adanya jargon tersebut, otomatis dapat menaikkan pamor mereka sekaligus menjatuhkan para kandidat pesaingnya. Jargon pada intinya merupakan kosa kata atau slogan, yang mana dengan adanya jargon yang di buat para kandidat tersebut, akan sangat membantu konstituen untuk mengetahui secara gamblang apa yang menjadi visi dan misinya apabila terpilih kelak. Dengan adanya perang jargon tersebut, lantas tidak otomatis kampanye yang di bangun oleh para kandidat menggunakan politik kotor. Semoga pada pilpres 2009 dapat membuat bangsa kita menjadi dewasa dalam berdemokrasi.

Senin, 01 Juni 2009

Cerminan Dari Kasus Manohara


Oleh: Andryan, SH

Sungguh tragis yang berbuah mengharukan dalam perjalanan hidup model sekaligus Warga Negara Indonesia, Manohara Odelia Pinot. Lebih kurang dua bulan sejak terciumnya pemberitaan oleh berbagai media terhadap kasus penyiksaan Manohara oleh putra kerajaan klatan Malaysia Tengku Fakhry yang tidak lain adalah suami dari manohara akhirnya berbuah manis. Sejak minggu pagi manohara dapat kembali ke tanah air dan berjumpa dengan sanak keluarga.


Kasus yang menimpa manohara bukan merupakan masalah pribadi antar dua keluarga, melainkan juga kasus ini adalah masalah bangsa dan harus di tanggung oleh negara yang melibatkan hak seorang warga negara yang tinggal di negara tetangga. Kasus ini juga semakin memperuncing pertikaian antar kedua negara serumpun yang telah lama mengikatkan diri dalam hal hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia. Dalam menghadapi perbagai permasalahan kedua negara dari penyiksaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), penciplakan karya cipta dan budaya, sengketa wilayah ambalat, hingga kasus yang menyedot perhatian publik kini yakni penyekapan sekaligus penyiksaan warga negara yang dialami oleh Manohara Odelia Pinot.


Bercermin Untuk Berbenah


Menelaah kasus yang menimpa Manohara tersebut kini telah membuka mata kepada bangsa kita. Negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang selalu menjunjung tinggi nasionalisme dan persatuan bangsa seakan hanyalah slogan belaka dan tidak mempunyai dampak yang nyata. Sebab, hampir dua bulan kasus menohara di negeri seberang hanyalah terkantung-kantung ketidakpastian akan nasib hidupnya. Coba lihatlah, kemanakah kelompok yang selama ini menamakan dirinya sebagai aktivis perempuan dengan misi serta visi membawa aspirasi dan memperjuangkan kaum perempuan Indonesia?


Lalu, dimanakah menteri negara pemberdayaan perempuan Indonesia? Apakah pantas tuntutan kuota 30% keterwakilan perempuan di senayan sementara hingga kini wakil rakyat perempuan tidak nampak kinerjanya dan kasus yang nyatapun membuktikan selama Manohara mengalami penyekapan di Malaysia, anggota DPR dengan gender perempuan tidak tampak untuk membela dan memperjuangkan nasib rakyatnya di negara luar. Belum lagi para calon pemimpin bangsa yang semakin hari semakin sibuk untuk berkampanye agar dapat menduduki jabatannya, sementara warga negara Indonesia telah berjuang untuk hidup dari berbagai penyiksaan oleh pangeran klatan Malaysia. Hal inilah yang semakin jelas bahwa negara tidak ada komitmen dalam membela dan memperjuangkan nasib para warga negaranya.


Sangat berbeda jika kita bandingkan dengan beberapa negara luar yang apabila warga negaranya mengalami masalah seperti pada kasus Manohara tersebut, negara sangat peduli akan nasib warganya dan berbagai upayapun di tempuh untuk menyelamatkan warga negaranya dari ketindasan yang dilakukan oleh negara lain. Hal ini juga yang semakin membuktikan negara kita sangat kalah dengan negara luar dalam hal memberi pelayanan terhadap warga negaranya.


Ketidakmampuan KBRI


Aktor yang sangat bertanggung jawab dalam hal membela dan memperjuangkan nasib warga negara di negara-negara luar yakni Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Dalam kasus Manohara KBRI di Malaysia seakan tidak berdaya menyelamatkan warga negaranya dari penyikasan keluarga kerajaan di Malaysia. Hal ini juga sekaligus membuka kembali mata kepada kita semua bahwa jabatan KBRI tidak lain adalah jabatan yang sangat kental dengan muatan politis belaka tanpa benar-benar memperhatikan kompetensinya sebagai seorang diplomat.


Selama ini pejabat di KBRI adalah pejabat yang notabene adalah buangan dari pemerintahan (eksekutif). Mereka yang dahulu pernah menjadi pejabat publik / pemerintahan, akan tetapi oleh sebab adanya desakan politis maka mau tidak mau mereka di reshuffle (baca: diganti) kepada pejabat yang lainnya, kemudian untuk memberika penghargaan atau rsahormat kepada mereka, maka pemerintah memberikan kepada mereka sebagai pejabat KBRI. Hal inilah yang membuat semakin buruknya kinerja KBRI di beberapa utusan negara diplomatik.


Fakta yang nyata terhadap tidak berkompetennya para pejabat KBRI adalah kasus yang tengah dihadapi oleh Manohara di Malaysia. Manohara menili KBRI di Malaysia tidak pernah memberikan perlindungan kepada dirinya, bahkan KBRI di negara tersebut memberikan pemberitaan yang bohong terhadap publik Indonesia yang mengatakan bahwa Manohara baik-baik saja dan merasakan kebahagiaan di keluarga klatan. Padahal seperti yang dikemukan oleh Manohara sendiri, ia setiap harinya mengalami penyiksaan dan penyekapan oleh suaminya ia sebut mengalami psikopat. Atas buruknya kinerja KBRI di Malaysia, Manohara mendesak agar presiden mengganti KBRI Malaysia yang sekarang dijabat oleh Jenderal Purn Da’i Bachtiar.


Dalam menyelesaikan kasus Manohara memang terbilang agak pelik. Sebagaimana yang telah diketahui oleh publik bahwa Manohara masih memiliki ikatan perkawinan dengan putra raja klatan Malaysia tersebut. Maka, kasus ini pun masuk dalam ranah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sangat berbeda dengan di negara kita yang telah lahir Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yang mana meskipun ada ikatan perkawinan, tapi apabila ada delik penyiksaan dalam rumah tangga tersebut, maka hal ini dapat diproses secara hukum. Sedangkan Malaysia belum tentu adanya UU KDRT tersebut. jadi, sangat berbeda apabila ada seoarang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang disiksa oleh majikannya, maka hal tersebut dapat diproses secara hukum di Malaysia.


Kemudian bukan rahasia umum lagi bahwa lingkungan kerajaan di Malaysia seakan kebal terhadap hukum. Keluarga kerajaan di Malaysia pun sangat dikenal luas akan perbuatan sewenang-wenangnya dan kekejiannya dan hukum di Malaysia pun seakan tidak berdaya apabila berhadapan dengan keluarga-keluarga kerajaan di Malaysia. Akan tetapi, dalam menghadapi kasus seperti Manohara, upaya yang jitu dalam menyelesaikan masalah antar kedua negara tersebut yakni dengan menempuh jalur diplomatik / perundingan yang dilakukan KBRI yang berkopentensi dibidangnya.


Terlepas dari permasalahan yang menyelimuti Manohara yang kini telah dipelukkan ibunda tercintanya. Kita selaku warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana termaktub dalam konstitusi kita berharap kasus yang menimpa Manohara tidak terulang lagi oleh warga negara Indonesia yang bermukim di beberapa negara asing. Kemudian kepada presiden selaku kepala negara besarja jajarannya agar lebih memperhaikan serta melindungi warga negara kita di negara-negara luar agar persatuan dan kesatuan bangsa yang terbentang dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat terjalin erat. Semoga..!!