Jumat, 31 Desember 2010

Tahun Baru Sebagai Momentum Penegakan Hukum

Hanya dengan hitungan waktu yang tidak lama lagi kita akan segera memasuki tahun baru. Tentu saja seperti tahun-tahun sebelumnya, pergantian tahun seakan menjadi momen yang sangat sulit untuk dilepaskan oleh masyarakat di belahan bumi ini. Berbagai cara yang berbeda-beda pun dilakukan dalam menyambut malam pergantian tahun. Akan tetapi, sebagaimana yang kita ketahui bahwa di malam pergantian tahun tersebut justru dijadikan sebagai malam yang hura-hura hingga ke hal yang menjerumuskan manusia ke dalam kenistaan.

Pada hakekatnya, pergantian tahun adalah momen yang sakral diri kita terhadap sang Khalik agar senantiasa memberikan kita penghidupan yang lebih baik di masa yang akan datang kelak. Di tahun yang baru tentu kita sebagai manusia hanya bisa berusaha dan berdo’a, maka yang bertindak dan memutuskan terhadap segala sesuatu tentu saja sang Maha Pencipta. Pantaskah kita menyambut malam pergantian tahun dengan hura-hura yang tidak ada memberikan kita faedah dalam perjalanan hidup ke depan?. Maka, di tahun yang baru sudah selayaknya kita kembali mengintrospeksi diri dan membuat resolusi untuk perubahan ke arah yang lebih baik.

Tidak dapat kita pungkiri bahwa wajah penegakan hukum di republik Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini sungguh sangat buram. Mengapa tidak, di negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam tersebut, para tikus berdasi atau para perampok uang rakyat dengan nama koruptor begitu tumbuh subur dan sangat merajalela. Maraknya berbagai tindakan korupsi, suap-menyuap, membeli-jual perkara, makelar kasus, serta mafia peradilan adalah segentir dari beberapa problematika yang besar dengan bukti bobroknya penegakan hukum di republik ini.

Kasus-kasus besar pun banyak yang tersendat ditengah jalan tidak jelas kelanjutannya seperti kasus BLBI, Bailout Century, makelar kasus Anggodo Widjoyo, penyuapan pemilihan Gubernur BI di DPR, hingga kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang seakan terus meramaikan beberapa episode dalam drama sandiwara penegakan hukum kita. Apa yang terjadi dengan aparatur hukum di republik ini, mengapa begitu terlenanya aparat hukum kita hingga bisa dikendalikan oleh para koruptor yang semakin rakus dan merajalela.

Apabila kita telusuri bahwa bobroknya aparatur hukum juga berimbas terhadap kredibilitas institusi tempat mereka bernaung. Kini, rakyat pun semakin merasa pesimis terhadap kredibilitas lembaga-lembaga negara di Indonesia. Lembaga negara seperti DPR, Peradilan, Kepolisian, Kejaksaan, Pemerintahan dari pusat hingga ke daerah seakan sulit untuk di ditemukan dalam keadaan yang bersih dan kredibel. Tidak hanya itu, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga tinggi negara yang hadir dalam abad ke 21 seakan ikut terkontaminasi dalam permainan penuh sandiwara kotor tersebut.

Tentu saja bangsa ini semakin pesimistis, MK yang dikenal sebagai lembaga pengawal konstitusi dengan disokong oleh berbagai fasilitas mutakhir akhirnya mengalami berbagai isu-isu dalam kasus mafia peradilan. Sebenarnya isu yang santer menyerang MK berawal dari argumentasi pengamat hukum Refly Harun melalui tulisannya di salah satu surat kabar nasional. Dalam tulisannya tersebut mengungkapkan bahwa Refly Harun mengetahui ada hakim konstitusi yang menagih duit jatah Rp 1 miliar sebelum memutus sebuah perkara pilkada. Bak kebakaran jenggot, ketua MK pun melayangkan pledoinya dengan membentuk tim investigasi dalam mengusut skandal suap terhadap salah seorang hakim MK tersebut.

Memang tidaklah sepantasnya institusi yang dikenal bersih selama ini mengalami isu skandal penyuapan. Terlebih lagi bahwa seorang Refly Harun yang telah berkiprah dalam dunia hukum sebagai advokat tidaklah hanya berargumen tanpa adanya bukti yang melekat kepadanya. Apabila praktisi hukum tersebut tidak dapat membeberkan bukti-bukti otentik, maka tentu argumennya di media akan menjadi bumerang yang dapat mencela dan menghancurkan nama dirinya sendiri.

Momentum Penegakan Hukum


Sebagaimana yang kita ketahui bahwa republik ini baru saja menetapkan pemimpin-pemimpin institusi hukum yakni Kepolisian, Kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah berbagai polemik terhadap pemilihan pimpinan institusi hukum tersebut, maka akhirnya telah ditetapkan secara konstitusional Timur Pradopo sebagai Kapolri, Basrief Arief Sebagai Jaksa Agung, dan Busyro Muqoddas sebagai ketua KPK.

Ketiga pimpinan institusi hukum tersebut tentulah dalam mengemban jabatan barunya tidak terlepas dari berbagai problematika yang seakan bertubi-tubi terus menyelimuti penegakan hukum di Indonesia dan pekerjaan rumah pun telah menunggu mereka untuk segera menyelesaikan dan menumpas berbagai kasus-kasus hukum yang sempat tersendat di tengah jalan. Tentu saja bukanlah skenario yang dibuat-buat bahwa ketiga pimpinan institusi yang paling gencar mendapatkan sorotan media tersebut menduduki jabatan barunya dalam waktu yang saling berdekatan.

Timur Pradopo menduduki jabatan sebagai Kapolri pada tanggal 22 oktober 2010 setelah menggantikan Bambang Danuri Hendarso setelah memasuki masa pensiun. Basrief Arief menduduki jabatan sebagai Jaksa Agung pada tanggal 26 november 2010 setelah menggantikan secara kontroversial Jaksa Agung “ilegal” sebelumnya Hendarman Supandji. Lalu, ada Busyro Muqoddas sebagai ketua KPK tanggal 20 desember 2010 setelah menggantikan Antasari Azhar yang terlibat dalam kasus pembunuhan.

Di samping harus menumpas berbagai macam kasus-kasus hukum yang terbengkalai, ketiga pimpinan institusi hukum tersebut haruslah juga mampu mengembalikan kredibilitas institusi tempat mereka memimpin agar kembali dapat membuat bangsa ini memberi pandangan positif dalam menumpas kejahatan negara khususnya terhadap kasus-kasus para perampok uang negara.

Lalu, di tengah sorotan tajam yang terus menghantui MK, Mahfud MD selaku pimpinan lembaga pengawal konstitusi tersebut juga harus memberi dan mengembalikan nama baik MK di tengah-tengah masyarakat. Bukan mustahil apabila skandal suap hakim MK yang kini dalam proses penyidikan tersebut tersendat juga tanpa ada kejelasan yang pasti, maka kredibilitas MK sebagai institusi bersih yang dapat diandalkan masyarakat akan mendapat penilaian yang buruk dan tercoreng seperti institusi-institusi hukum lainnya di negeri ini.

Sesungguhnya rencana langkah MK dengan melakukan pembentukan dewan kehormatan hakim di Majelis Konstitusi yang akan dilakukan menyusul pemeriksaan oleh KPK adalah tindakan yang sangat tepat. Hal ini di maksudkan untuk senantiasa melakukan kontrol terhadap internal di MK dan memberikan sanksi yang tegas terhadap perilaku hakim yang menyimpang.

Dengan bergantinya tahun yang baru seluruh bangsa ini berharap agar dapat dijadikan oleh para aparatur hukum sebagai momentum untuk mewujudkan sinergi penegakan hukum dalam memerangi mafia-mafia hukum. Terlebih lagi dengan terpilihnya ketiga pilar pemimpin baru institusi hukum menjelang akhir tahun dapat menjadi warna baru kebangkitan penegakan hukum di republik ini.

Dalam menuju kebangkitan penegakan hukum tersebut, aparatur hukum tentunya harus mengimplementasikan hukum sesuai dengan kaidah dan norma yang berlaku di masyarakat. Janganlah lantas dengan gencar ingin menegakkan hukum, rasa kemanusiaan dalam jiwa penegak hukum menjadi hilang. Aparatur hukum haruslah memposisikan hukum sebagaimana mestinya dengan merangkul dan memberi pengarahan kepada kaum-kaum lemah yang tidak mengerti akan hukum, bukan sebaliknya menindas kaum tidak berdosa tersebbut dengan pasal berlapis-lapis yang tidak jelas akan dasar perbuatannya. Semoga kedepannya hukum kita dapat kembali tegak dengan menjunjung rasa keadilan dan menegakkan hak asasi manusia tanpa pandang bulu. Semoga...!!!