Sabtu, 11 September 2010

Menanti Figur Pendekar Hukum

Penegakan hukum di Indonesia kini seakan tidak habisnya bagaikan buah simalakama yang baik melangkah salah, mundur pun tambah salah. Hal ini pun tidak dapat kita sangkal karena bobroknya aparatur penegak hukum itu sendiri. Beberapa instansi yang sering mendapat sorotan tajam yakni Pengadilan, Kepolisian, Kejaksaan. Dua nama terakhir mendapat perhatian khusus berbagai elemen masyarakat karena ketidakcermatan dan ketidakadilan dalam menjalankan proses hukum.

Masih segar dalam ingatan kita beberapa waktu lalu tidak hanya instansi Kepolisian dan Kejaksaan saja yang mendapat predikat degradasi moralitas para oknumnya, melainkan juga instansi sebagai pengalawal kasus korupsi di tanah air yakni KPK. Ketiga instansi ini seakan menghadapai rintangan berupa batu besar nan berlobang. Setidaknya ketimpangan yang dialami oleh instansi penegak hukum tersebut juga berimbas terhadap para pimpinannya. Bambang Hendarso Danuri, Hendraman Supadji, serta Antasari Azhar adalah para pemimpin instansi penegak hukum tersebut yang mendapat penilaian negatif di mata masyarakat. Akan tetapi, dari ketiga pimpinan instansi hukum tersebut, nama mantan ketua KPK yang mendapat sorotan paling tajam karena kasus percintaan segitiga yang berujung terhadap kasus pembunuhan dan membuatnya takluk hingga mendekam di sel tahanan.

Sebenarnya kebobrokan yang dialami oleh instansi penegak hukum tersebut tidak terlepas dari para musuh yang terus menggrogoti uang rakyat seperti para koruptor. Berbagai trik dan intrik mereka buat untuk melemahkan penegakan hukum yang justru akan melempangkan jalan mereka sebagai tikus negara. Dari masalah kasus suap di Kejaksaan, rekening gendut serta juga penyuapan di Kepolisian hingga kasus kriminalisasi anggota KPK dan kasus pembunuhan yang melibatkan pimpinannya adalah bukti bahwa negeri ini masih terus dibayangi oleh para koruptor yang seakan lebih pintar dari penegak hukum dan dalam menjalankan aksinya tidak hanya untuk berbalas dendam, melainkan juga sebagai bekal untuk menjalankan misinya merampok uang rakyat.

Selepas di depaknya mantan ketua KPK Antasari Azhar dari kursi kepemimpinan, KPK pun seakan secara perlahan kehilangan nahkoda untuk terus berlayar memberantas koruptor yang semakin marak di republik ini. Walaupun pimpinan KPK selepas Antasari Azhar diemban oleh pejabat pelaksana tugas Tumpak Hatorangan Panggabean, akan tetapi pemimpin tersebut hanyalah bersifat sementara hingga menunggu hasil pemilihan ketua KPK yang baru.

Dalam penerimaan ketua KPK yang diselenggarakan oleh Departemen Hukum dan Ham sebagai pihak yang berwenang, berbagai pihak pun seakan meramaikan penerimaan pimpinan KPK tersebut. Mulai dari dosen, politikus, pengacara, mantan pimpinan lembaga negara, hingga masyarakat umum yang memenuhi syarat berbondong-bondong untuk mencalonkan dirinya manjadi pendekar hukum yang siap memberantas para koruptor di negeri ini.

Dari ratusan nama yang terdaftar dalam berbagai proses pemilihan, kini hanya ada dua nama calon pimpinan KPK yang siap bertarung menjadi nahkoda instansi penegak hukum tersebut. Nama tersebut yakni pengacara kondang Bambang Widjojanto serta mantan ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas. Setidaknya kedua nama tersebut bukanlah orang yang sembarangan. Dalam rekam jejak serta hasil dari proses pemilihan, kedua nama tersebut tentu memiliki segudang kemampuan untuk memimpin instansi besar yang siap untuk menerima berbagai resiko yang termasuk kategori tidak mudah.

Selain telah diuji kompetensinya untuk menjalankan instansi dengan musuh utama koruptor, kedua calon pimpinan KPK yang telah ditetapkan oleh Presiden selanjutnya akan diserahkan ke DPR guna menjalankan proses fit and proper test untuk memilih satu orang yang tentunya dengan kualitas yang terbaik. Anggota dewan yang telah dihadapkan oleh dua pilihan terbaik tersebut tentunya tidak mudah memilih dari yang terbaik. Selain benar-benar mengetahui integritas dan kapabilitas calon pendekar hukum, proses pemilihan tersebut haruslah terbebas dari unsur politis, penyuapan, serta nuansa “titipan” yang acapkali sering terjadi saat proses pemilihan pimpinan lembaga negara di gedung senayan.

Selain menanti calon figur pendekar hukum yang mampu membasmi para koruptor, negeri ini juga tengah disibukan oleh proses rekrutmen Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Dari berbagai isu yang berkembang di masyarakat dua nama calon Kapolri sudah disodorkan ke Presiden SBY yakni Komjen Pol Nanan Soekarna tak termasuk di dalamnya. Dua nama calon Kapolri yang disodorkan ke Presiden adalah Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan Polri Irjen Imam Sudjarwo dan Kapolda Sumatera Utara Irjen Oegroseno. Berbagai sumber di Mabes Polri pun mengungkapkan, posisi Komjen Pol Nanan Soekarna yang kini menjabat Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) digeser Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Oegroseno.

Mengenai kabar tergusurnya Nanan oleh Ogroseno ini cukup mengejutkan berbagai pihak dan terkesan dipaksakan, sebab Imam Sudjarwo dan Oegroseno baru berpangkat bintang dua. Sementara Nanan adalah lulusan terbaik angkatan 78 peraih bintang Adhi Makayasa. bahkan, dari sisi kepangkatan Nanan Soekarna lebih tinggi dan tradisinya pengganti Kapolri pasti dari bintang tiga. Presiden pun selanjutnya akan mengajukan calon Kapolri tersebut kepada DPR. Kita pun berharap agar presiden tidak mengajukan satu nama sehingga masih ada pilihan.

Kabar bursa kepemimpinan instansi hukum tidaklah sampai di sini, intansi yang kerap kali juga menerima tiupan angin kencang akibat ketidakmampuan oknumnya menghadapi para koruptor dengan menerima berbagai uang suap. Kejaksaan Agung kini sedang dalam proses reformasi di internal lembaga tersebut. Berbagai nama ini telah mengisi pos untuk segera menjadi calon Jaksa Agung yang baru. Beberapa nama yang berkembanag di masyarakat masihlah kategori muka lama di instansi penuntutan tersebut.

Marwan Efendi sebagai Jampidsus, Edwin Pamimpin Situmorang sebagai Jamdatun, serta Darmono sebagai wakil Jaksa Agung adalah nama yang kini masuk bursa dan bakal menggantikan Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung. Sangat wajar apabila Presiden kini disibukkan untuk menggantikan pos Jaksa Agung, mengingat berbagai polemik yang seakan masih mengganjal di masyarakat kini mengenai legalitas Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung.

Menanti Figur Pendekar Hukum

Dalam menegakkan hukum dan keadilan di republik ini, kita sangat mendambakan sebuah figur pendekar hukum yang tidak hanya dapat dijadikan sebagai teladan bagi orang-
orang yang berani melawan arus kebobrokan serta pengaruh kapitalisme dan liberalisme dalam hukum, akan tapi juga dapat mewariskan yang mulia untuk menegakkan keadilan serta keberanian penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi bangsanya.

Tanpa mengurangi sikap optimistis kita dalam penegakan hukum di Indonesia selama ini, sudah rahasia umum bahwa masyarakat kita pun seakan mengalami penurunan kepercayaan terhadap para aparatur penegak hukum untuk menegakkan hukum yang mengalami kesulitan untuk tegak. Para penegak hukum tidak hanya membuat hilangnya jati diri sebagai negara yang menganut dan berlandaskan hukum sebagai panglima dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, melainkan juga membuat rakyat harus menanggung kemiskinan yang tiada henti akibat lemahnya penegakan hukum terutama dalam penanganan kasus korupsi.

Kini kita akan menanti kehadiran sang pendekar hukum baik di Kepolisian, Kejaksaan Agung, serta di KPK untuk mengawal hukum dari serangan para koruptor. Setidaknya para pendekar hukum yang akan dinantikan tersebut tidak hanya mumpuni dalam segi kapasitas menegakkan hukum, tetapi juga mampu menjalankan amanah yang diberikan kepadanya dengan bersikap tegas, adil, serta bersih godaan yang menghampirinya. Terlebih lagi para pendekar hukum tersebut harus mampu untuk mereformasi instansinya masing-masing mulai dari proses rekrutmen aparaturnya serta proses promosi jabatan yang jauh dari unsur yang sering melekat dan sulit untuk dihapuskan selama ini yakni korupsi, kolusi serta nepotisme. Semoga..!!!