Senin, 12 Juli 2010

Indonesia Ke Piala Dunia, Mungkinkah ?

“ Kapan ya PSSI kita ke Piala Dunia? “


Itulah kalimat sepatah yang dilontarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disaat tengah menyaksikan laga pembukaan Piala Dunia antara tuan rumah Afrika Selatan versus Meksiko beberapa waktu lalu. Setidaknya pernyataan secara tiba-tiba dilontarkan oleh SBY tersebut adalah mutlak dari hati nurani seorang anak bangsa yang selalu bermimpi negaranya dapat berlaga di ajang olahraga paling prestesius yang juga melebihi ajang olahraga olimpiade.


Piala dunia memang telah berlalu, akan tetapi sampai kapan kita harus menjadi penonton di layar kaca yang justru hanya menonton tim negara lain tanpa ikut serta di ajang empat tahunan tersebut. Sebagian besar masyarakat Indonesia adalah pecinta sepakbola, jadi adalah hal yang wajar apabila kita selalu merindukan sepakbola nasional dapat berprestasi di kancah Internasional. Apakah yang salah dengan sepakbola nasional di negeri ini? Apakah kekurangan dana, kekurangan motivasi dari warganya, atau juga kekurangan fasilitas pendukung untuk dapat berprestasi?


Setidaknya itulah kalimat yang selalu ada dibenak kita dalam menjawab segala persoalan mengenai perkembangan sepakbola nasional. Akan tetapi, apabila hal tersebut yang menjadi berbagai macam alasan sepakbola nasional kita tidak dapat berprestasi banyak di kancah Internasional, sungguh sebuah kekeliruan yang sangat besar. Sebab, sudah barang tentu segala hal yang dapat menunjang prestasi sepakbola nasional kita dapat dipenuhi, bahkan dengan mengorbankan hak-hak masyarakat kita yang benar-benar membutuhkan se-suap nasi sekalipun melalui sodoran dana APBD ke klub-klub sepakbola ditanah air.


Lantas, apa gerangan yang tetap membuat sepakbola nsional kita tidak segarang lambang di dada kiri kostum tim kita yakni garuda?. Padahal, apabila kita membuka mata selebar-lebarnya banyak peserta Piala Dunia yang masuk kategori sebagai negara baru merdeka, negara miskin dan sebagai negara kecil yang jumlah penduduknya pun lebih kecil dibandingkan jumlah penduduk untuk tingkat provinsi di Indonesia. Sungguh, inilah yang membuat miris hati kita sebagai warga negara yang besar dan seharusnya dapat berbuat banyak untuk mengangkat prestasi sepakbola nasional.


Reformasi Sepakbola Nasional


Untuk dapat melihat sepakbola nasional kita dapat berlaga di ajang Piala Dunia dan tentunya dapat berprestasi di kancah Internasional, sesunguhnya bukanlah suatu hal yang mustahil. Selayaknya negara yang ingin merdeka, maka sepakbola nasional kita pun harusnya mengalami reformasi total dan secara besar-besaran. Langkah pertama, Reformasi Pengurus PSSI. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu wadah dapat dikatakan sukses, manakala pengurus internal di dalamnya dapat mengelola dengan sangat baik dan benar. PSSI sebagai wadah tunggal yang mengelola sepakbola nasional adalah adalah pihak pertama yang paling harus bertanggunjawab dengan menurunnya kualitas sepakbola nasional kita.


Sebagimana yang kita ketahui, banyaknya dana yang dialokasikan negara untuk mengelola PSSI tidaklah dapat dibalas dengan sebuah prestasi yang memuaskan. Hal ini dapat kita mengerti, sebab banyak pengurus PSSI yang telah merasuki virus dengan watak korupsi. Bahkan, ketua umum PSSI dengan tidak ada rasa malu masih tetap saja memimpin PSSI meskipun ia telah divonis terlibat skandal korupsi dan mendekam dipenjara. Tapi, meskipun telah berada dijeruji besi, ketum PSSI tidak mau meletakkan jabatannya padahal berbagai pihak baik dalam dan luar negeri mendesak agar dapat meletakkan jabatannya.


Apa yang membuat Ketum PSSI tidak mau meletakkan jabatannya? Tentu saja dana yang berlimpah di dalam tubuh PSSI adalah jawabannya. Sebagian besar pengurus PSSI telah dikatakan sebagai orang yang telah gagal dalam mengelola sepakbola nasional. Maka, sudah barang pasti agar sepakbola kita dapat berkembang di masa depan haruslah mengganti semua elemen pengurus PSSI dengan pengurus yang bersih, agar dana yang berlimpah di dalam tubuh PSSI dapat dialokasikan secara benar dan tentu saja pengurus PSSI benar-benar seorang yang berkualitas untuk dapat mengangkat prestasi sepakbola nasional kita.


Langkah kedua, Pembinaan Suporter Sepakbola Nasional. Tidak akan dapat berkembang suatu sepakbola di negara tertentu apabila para suporter sepakbolanya selalu bertindak anarkis. Dapat kita saksikan sendiri bagaimana kondisi suporter sepakbola nasional kita di ajang Liga Indonesia. Tawuran antar suporter kesebelasan, pengrusakan fasilitas umum dan stadion, pemukulan terhadap wasit sebagai pengadil lapangan, serta tentu saja mengganggu ketertiban dan ketentraman di masyarakat.


Suporter sepakbola tentu mempunyai pengaruh tersendiri dalam percaturan liga sepakbola. Sebab, suporter sepakbola selalu mendapat perhatian dari dunia Internasional. Apabila suporter sepakbola dapat bertindak fair, maka hal tersebut akan menaikan rating kualitas sepakbola yang bersangkutan. Maka, sudah barang tentu untuk mrnyongsong sepakbola atraktif dan fairplay, suporter sepakbola haruslah mendapat pembinaan dari para pengurus klub masing-masing di liga nasional.


Pembinaan suporter dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan serta pengarahan secara komprehensif bagaimana bertindak dam memberi dukungan dengan bertindak secara lebih bermartabat dan berwibawa. Tidak hanya itu, beberapa suporter yang masuk kategori anak-anak atau remaja dengan usia dibawah 21 tahun, haruslah mendapat pengawasan ekstra ketat dan lebih baik memberi batasan untuk masuk ke stadion. Hal ini dimaksudkan selain kondisi psikologis yang masih labil dan beban mental yang lemah pula akan dikhawatirkan dapat memicu terlibat tawuran dan pengrusakan fasilitas olahraga dan umum yang tentunya juga akan menguras alokasi dana untuk membangun fasilitas yang mendukung.


Langkah ketiga, Pembatasan pemain Asing. Tidak berlebihan apabila pengurus PSSI dapat memberikan batasan terhadap pemain asing yang berlaga di liga Indonesia. Hal ini dimaksudkan disamping dapat memberikan kesempatan berlaga untuk para pemain lokal, juga dapat memberikan penghematan dana untuk klub-klub di liga Indonesia. Sebagaimana yang kita ketahui juga, bahwa besarnya dana yang dikeluarkan oleh klub-klub di liga Indonesia dapat dipicu dengan banjirnya pemain asing yang berlaga di liga Indonesia dengan bayaran yang masuk kategori tinggi.


Langkah keempat, Pembinaan Bibit Unggul. Untuk dapat menghasilkan pemain-pemain yang berkulitas baik dengan skill menawan maupun juga dalam mental saat bertanding, maka hal ini perlu dilakukan dengan melakukan pembinaan terhadap bibit-bibit unggul sejak usia dini. Pemerintah dalam hal ini haruslah turun tangan dengan membangun lebih banyak lagi sebuah pendidikan khusus sepakbola usia dini. Apabila kita perhatikan di beberapa negara eropa, banyak terdapat sekolah khusus sepakbola usia dini, seperti akademi Ajax Amsterdam di Belanda, Akademi Barcelona di Spanyol, Akademi Inter Milan di Italia, serta Akademi Liverpool di Inggris Raya.


Akademi khusus sepakbola yang dapat membina anak usia dini, tidak hanya dalam mengelola si kulit bundar, akan tetapi dalam akademi tersebut juga terdapat kurikulum yang mengajarkan anak didik terhadap ilmu eksata dan juga ilmu sosial. Maka, disamping lulusan akademinya dapat mempunyai skill sepakbola, juga dapat membina hubungan baik antar sesama rekan sepakbola dan masyarakat, serta yang terpenting dapat mengerti taktik yang di instruksikan oleh sang pelatih dengan mempelajari juga ilmu eksata.


Kini, berlaga diputaran final Piala Dunia bukanlah suatu mimpi belaka bagi sepakbola nasional kita apabila pemerintah dan juga pengurus otoritas sepakbola nasional di tanah air mempunyai suatu tekad untuk menjadikan sepakbola nasional kita dapat berprestasi di kancah Internasional. Terlebih lagi, dengan jumlah penduduk yang sedemikian banyak dan di dukung oleh sejarah negara besar yang sangat hebat, serta kekayaan alam yang berlimpah, maka kita tidak akan heran dan ragu apabila dikemudian hari kelak pemain berkelas melebihi Lionel Messi, Cristian Ronaldo, dan Ricardo Kaka dapat lahir di tanah Republik Indonesia. Semoga..!!!