Rabu, 10 November 2010

Pelajaran Hidup dari Para Penulis

Menulis adalah peradaban manusia yang tidak akan sirna hingga akhir zaman. Banyak manusia yang ingin menjadi penulis meskipun itu bukanlah cita-cita hidupnya. Berbagai motivator agar dapat menghasilkan para calon penulis baru pun banyak bermunculan dari masa ke masa. Dari berbagai pelatihan singkat, kursus, hingga lewat buku motivator-motivator para penulis dituangkan untuk dapat merangsang para calon penulis agar senantiasa mengimplementasikan ilmu yang mereka terima dari sang motivator para penulis tersebut.

Meskipun banyak dari kita tidak dapat menulis dikarenakan tidak adanya keinginan untuk melakukan pekerjaan menulis. Hal ini bisa dimaklumi melihat tingkat kebutuhan akan membaca di masyarakat sangat rendah dan yang paling banyak menghambat seorang untuk menjadi penulis adalah adanya pemahaman yang keliru berkembang di masyarakat dan sangat sulit dihapuskan bahwa pekerjaan menulis sangat erat kaitannya dengan bakat atau talenda yang dimiliki seseorang.

Sesungguhnya pekerjaan menulis dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa memandang latar pekerjaan, pendidikan, gender, maupun status sosial seseorang. Sebab, menjadi seorang penulis adalah mutlak berasal dari kemauan dan kerja kerasnya agar dapat menghasilkan bacaan kepada khalayak ramai. Setidaknya, walaupun sebagian masyarakat di sekitar kita belum tersalurkan kemauan menuliskan, ada beberapa hikmah pelajaran yang sangat berharga untuk dipetik dalam perjalanan hidup kita yang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja dari para penulis yang telah menerjunkan gagasannya ke dalam dunia pena.

Menulis adalah pekerjaan yang selalu memerlukan tingkat berpikir dan kemudian menuangkan hasil pemikiran kita ke dalam secarbik kertas atau mengetik di hadapan monitor komputer. Lalu, apakah dengan berpikir para penulis tersebut dapat merasakan hasilnya?. Tentu saja tidak, selain dengan terus-menerus berpikir dalam menuangkan gagasannya, para penulis juga haruslah bekerja keras apabila tulisan yang berbuah dari pemikirannya tersebut ingin dapat dipublikasikan dan dibaca oleh khalayak ramai melalui media massa ataupun buku-buku terbitan.

Banyaknya orang yang ingin dapat menulis, akan tetapi ia hanya selalu berkhayal dan sesunggunya malas dalam berpikir serta bekerja keras untuk terus berkarya dalam menulis agar dapat dipublikasikan di media massa. Dengan demikian pelajaran hidup yang dapat kita petik dari pekerjaan para penulis yakni bahwa dalam menjalani aktivitas kehidupan, manusia senantiasa harus dihadapi oleh berlika-liku batu sandungan dalam kehidupan. Oleh karenanya, kita harus dapat selalu berpikir dengan proses pembelajaran dalam mencari solusi atau mencari alternatif, serta inovasi agar dapat memudahkan kita dalam menjalani rutinitas kehidupan.

Disamping dalam menjalani kehidupan ini harus selalu menggunakan dan memaksimalkan pola pikir kita, para penulis juga mengajarkan akan makna dari kerja keras. Sebab, apabila segala pola pikir kita tidak disertai dengan kerja keras untuk terus berusaha mencapai tujuan, niscaya angan-angan kita dalam mengarungi tujuan hidup akan tersendat di tengah jalan. Para penulis selalu bekerja keras dengan mencapai angan-angannya tersebut, maka hal yang sesungguhnya mustahil pun akan dapat kita capai dengan hanya bekerja keras.

Banyak para penulis kondang yang telah menghasilkan beberapa buah maha karya dan dikenang dari masa ke masa memiliki perjalanan yang tentunya tidak mudah dan lebih berliku-liku. Penulis buku laris luar negeri Harry Potter, JK Rowling dan penulis dalam negeri melalui buku Tetralogi Laskar Pelangi, Andrea Hirata adalah segelincir contoh para penulis yang pantang menyerah untuk terus bekerja keras dalam mencapai tujuan hidup. Bahkan, kedua penulis sekaliber dunia ini mendapati perlakuan yang tidak menyenangkan dari berpuluh-puluh perusahaan penerbit yang dengan lantang menolak tulisannya untuk dapat dipublikasikan dalam bentuk buku.

Dengan perjuangan kerja keras yang tiada henti, maka para penulis tersebut pun diberi kesempatan dengan dipublikasikannya tulisan mereka. Hasilnya, tentu saja sangat mengejutkan seantreo dunia karena disamping telah meroketkan namanya ke dalam popularitas tertinggi, juga melalui goresan penanya, perusahaan penerbit seakan mendapatkan durian runtuh dengan memperoleh label best seller atas bukunya tersebut. Setidaknya apa yang para penulis perjuangkan dalam kisahnya tersebut mengingatkan kepada kita akan arti kerja keras yang pantang menyerah. Kerja keras untuk mencapai kehidupan yang layak, sejahtera, serta mencapai tujuan hidup adalah langkah yang sangat nyata. Bahkan, oleh kerja keras 99 persen dapat mengalahkan hanya 1 persen intelektual seorang Thomas Alfa Edison untuk menemukan bola lampu modern.

Selain berpikir dan bekerja keras secara konstan dalam menjalani kehidupan, para penulis seakan menghipnotis kita akan aktivitas dalam menulisnya. Selain itu, ada lagi pelajaran hidup yang kita petik dari para penulis yakni bersikap rendah hati. Sudah menjadi rahasia umum apabila pekerjaan menulis adalah pekerjaan yang sangat mulia. Disamping dapat menyebarkan informasi yang sangat berharga dari masa ke masa, menulis juga dapat membangkitkan motivasi serta semangat seseorang dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup dengan membaca tulisannya tesebut.

Maka sudah barang tentu dengan menjadi penulis, seseorang dapat menaikkan status sosialnya di masyarakat. Dengan demikian, kita pun lantas berpikir bahwa para penulis akan bersikap arogan, sombong, serta menganggap dirinya lebih tinggi kedudukannya di masyarakat, benarkah argumen tersebut? Tentu saja tidak, sebab para penulis tentulah harus memiliki sikap tawadhu atau rendah hati. Sikap ini harus dimiliki seorang penulis apabila ia ingin mempublikasikan gagasannya di khalayak ramai. Bukanlah hal yang mustahil apabila para penulis senior maupun penulis junior kedudukannya sama. Yang membedakan keduanya yakni hasil karya tulisannya yang layak terbit. Seandainya seseorang penulis menganggap dirinya mumpuni dalam hal menulis, akan tetapi hasil karya tulisannya tidak mampu menembus media cetak atau penerbit, maka ia pun akan kembali menyadarkan dirinya akan sikap rendah hati karena masih banyak orang-orang yang lebih cerdas dan lebih kaya gagasan dibanding dirinya untuk dapat mempublikasikan tulisannya.

Sikap rendah hati yang para penulis rasanya tersebut, tentunya juga mempunyai petikan hikmah dalam kehidupan kita. Banyak disekitar kita yang merasa dirinya lebih tinggi kedudukannya dikarenakan mungkin dibekali oleh kepintaran, kekayaan, kecantikan, ataupun ketenaran. Akan tetapi, apabila seseorang tidak memiliki sikap rendah hati, cepat atau lambat apa yang telah dimilikinya dan dibanggakannya tersebut akan segera sirna seiring dengan sikap keangkuhan atau arogannya. Para penulis memberikan kita hikmah bagaimana sikap rendah hati dapat membawanya ke puncak kesuksesan.

Lalu, pelajaran hidup yang sangat penting dan berharga untuk kita petik dari aktivitas para penulis yakni bersikap sportif. Dalam melakukan kegiatan menulis, sudah barang tentu kita juga terikat oleh moralitas dan etik dalam menuangkan gagasan kita. Beberapa hal yang senantiasa harus ditegakkan dalam menulis yakni menghindari sikap plagiator (penciplakan karya orang lain). Tentu tindakan sportifitas dalam menulis adalah hal yang patut dijunjung tinggi oleh para penulis. Menciplak karya tulis orang lain, mengirim tulisan kembar di media cetak berbeda, serta beberapa tindakan lainnya yang hanya menjatuhkan dan mencorengkan citranya sebagai penulis.

Menulis bukan hanya sekedar menuangkan gagasan ke khalayak ramai, mencari popularitas lalu menerima honor, akan tetapi juga dengan menulis kita dilatih untuk senantiasa bersikap sportif dan berbuat dengan kejujuran. Inilah bentuk pelajaran hidup yang paling utama dari para penulis. Dengan melakukan tindakan sportifitas yang diiringi dengan nilai kejujuran, maka kita pun dalam mengarungi kehidupan ini tidak akan terbuai dengan perbuatan tercela dan kotor karena sikap sportifitas dalam kehidupan akan mengawal kita menjadi pribadi yang bersih dan menghargai karya orang lain.