Senin, 01 Juni 2009

Cerminan Dari Kasus Manohara


Oleh: Andryan, SH

Sungguh tragis yang berbuah mengharukan dalam perjalanan hidup model sekaligus Warga Negara Indonesia, Manohara Odelia Pinot. Lebih kurang dua bulan sejak terciumnya pemberitaan oleh berbagai media terhadap kasus penyiksaan Manohara oleh putra kerajaan klatan Malaysia Tengku Fakhry yang tidak lain adalah suami dari manohara akhirnya berbuah manis. Sejak minggu pagi manohara dapat kembali ke tanah air dan berjumpa dengan sanak keluarga.


Kasus yang menimpa manohara bukan merupakan masalah pribadi antar dua keluarga, melainkan juga kasus ini adalah masalah bangsa dan harus di tanggung oleh negara yang melibatkan hak seorang warga negara yang tinggal di negara tetangga. Kasus ini juga semakin memperuncing pertikaian antar kedua negara serumpun yang telah lama mengikatkan diri dalam hal hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia. Dalam menghadapi perbagai permasalahan kedua negara dari penyiksaan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), penciplakan karya cipta dan budaya, sengketa wilayah ambalat, hingga kasus yang menyedot perhatian publik kini yakni penyekapan sekaligus penyiksaan warga negara yang dialami oleh Manohara Odelia Pinot.


Bercermin Untuk Berbenah


Menelaah kasus yang menimpa Manohara tersebut kini telah membuka mata kepada bangsa kita. Negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang selalu menjunjung tinggi nasionalisme dan persatuan bangsa seakan hanyalah slogan belaka dan tidak mempunyai dampak yang nyata. Sebab, hampir dua bulan kasus menohara di negeri seberang hanyalah terkantung-kantung ketidakpastian akan nasib hidupnya. Coba lihatlah, kemanakah kelompok yang selama ini menamakan dirinya sebagai aktivis perempuan dengan misi serta visi membawa aspirasi dan memperjuangkan kaum perempuan Indonesia?


Lalu, dimanakah menteri negara pemberdayaan perempuan Indonesia? Apakah pantas tuntutan kuota 30% keterwakilan perempuan di senayan sementara hingga kini wakil rakyat perempuan tidak nampak kinerjanya dan kasus yang nyatapun membuktikan selama Manohara mengalami penyekapan di Malaysia, anggota DPR dengan gender perempuan tidak tampak untuk membela dan memperjuangkan nasib rakyatnya di negara luar. Belum lagi para calon pemimpin bangsa yang semakin hari semakin sibuk untuk berkampanye agar dapat menduduki jabatannya, sementara warga negara Indonesia telah berjuang untuk hidup dari berbagai penyiksaan oleh pangeran klatan Malaysia. Hal inilah yang semakin jelas bahwa negara tidak ada komitmen dalam membela dan memperjuangkan nasib para warga negaranya.


Sangat berbeda jika kita bandingkan dengan beberapa negara luar yang apabila warga negaranya mengalami masalah seperti pada kasus Manohara tersebut, negara sangat peduli akan nasib warganya dan berbagai upayapun di tempuh untuk menyelamatkan warga negaranya dari ketindasan yang dilakukan oleh negara lain. Hal ini juga yang semakin membuktikan negara kita sangat kalah dengan negara luar dalam hal memberi pelayanan terhadap warga negaranya.


Ketidakmampuan KBRI


Aktor yang sangat bertanggung jawab dalam hal membela dan memperjuangkan nasib warga negara di negara-negara luar yakni Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Dalam kasus Manohara KBRI di Malaysia seakan tidak berdaya menyelamatkan warga negaranya dari penyikasan keluarga kerajaan di Malaysia. Hal ini juga sekaligus membuka kembali mata kepada kita semua bahwa jabatan KBRI tidak lain adalah jabatan yang sangat kental dengan muatan politis belaka tanpa benar-benar memperhatikan kompetensinya sebagai seorang diplomat.


Selama ini pejabat di KBRI adalah pejabat yang notabene adalah buangan dari pemerintahan (eksekutif). Mereka yang dahulu pernah menjadi pejabat publik / pemerintahan, akan tetapi oleh sebab adanya desakan politis maka mau tidak mau mereka di reshuffle (baca: diganti) kepada pejabat yang lainnya, kemudian untuk memberika penghargaan atau rsahormat kepada mereka, maka pemerintah memberikan kepada mereka sebagai pejabat KBRI. Hal inilah yang membuat semakin buruknya kinerja KBRI di beberapa utusan negara diplomatik.


Fakta yang nyata terhadap tidak berkompetennya para pejabat KBRI adalah kasus yang tengah dihadapi oleh Manohara di Malaysia. Manohara menili KBRI di Malaysia tidak pernah memberikan perlindungan kepada dirinya, bahkan KBRI di negara tersebut memberikan pemberitaan yang bohong terhadap publik Indonesia yang mengatakan bahwa Manohara baik-baik saja dan merasakan kebahagiaan di keluarga klatan. Padahal seperti yang dikemukan oleh Manohara sendiri, ia setiap harinya mengalami penyiksaan dan penyekapan oleh suaminya ia sebut mengalami psikopat. Atas buruknya kinerja KBRI di Malaysia, Manohara mendesak agar presiden mengganti KBRI Malaysia yang sekarang dijabat oleh Jenderal Purn Da’i Bachtiar.


Dalam menyelesaikan kasus Manohara memang terbilang agak pelik. Sebagaimana yang telah diketahui oleh publik bahwa Manohara masih memiliki ikatan perkawinan dengan putra raja klatan Malaysia tersebut. Maka, kasus ini pun masuk dalam ranah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sangat berbeda dengan di negara kita yang telah lahir Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yang mana meskipun ada ikatan perkawinan, tapi apabila ada delik penyiksaan dalam rumah tangga tersebut, maka hal ini dapat diproses secara hukum. Sedangkan Malaysia belum tentu adanya UU KDRT tersebut. jadi, sangat berbeda apabila ada seoarang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang disiksa oleh majikannya, maka hal tersebut dapat diproses secara hukum di Malaysia.


Kemudian bukan rahasia umum lagi bahwa lingkungan kerajaan di Malaysia seakan kebal terhadap hukum. Keluarga kerajaan di Malaysia pun sangat dikenal luas akan perbuatan sewenang-wenangnya dan kekejiannya dan hukum di Malaysia pun seakan tidak berdaya apabila berhadapan dengan keluarga-keluarga kerajaan di Malaysia. Akan tetapi, dalam menghadapi kasus seperti Manohara, upaya yang jitu dalam menyelesaikan masalah antar kedua negara tersebut yakni dengan menempuh jalur diplomatik / perundingan yang dilakukan KBRI yang berkopentensi dibidangnya.


Terlepas dari permasalahan yang menyelimuti Manohara yang kini telah dipelukkan ibunda tercintanya. Kita selaku warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana termaktub dalam konstitusi kita berharap kasus yang menimpa Manohara tidak terulang lagi oleh warga negara Indonesia yang bermukim di beberapa negara asing. Kemudian kepada presiden selaku kepala negara besarja jajarannya agar lebih memperhaikan serta melindungi warga negara kita di negara-negara luar agar persatuan dan kesatuan bangsa yang terbentang dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat terjalin erat. Semoga..!!