Minggu, 07 Maret 2010

(Pidato SBY tentang Putusan Pansus Century) Kebijakan yang tidak Bijak

Oleh: Andryan, SH


Pidato yang disampaikan Presiden SBY sehari setelah hasil sidang paripurna terkait hasil putusan pansus skandal century sungguh menyesakkan dada rakyat Indonesia. Mengapa tidak, dengan berdiri di atas podium istana negara, seolah SBY ingin menggunakan kekuasaannya untuk memutarbalikkan fakta-fakta yang telah di usut secara mendalam pada saat panitia khusus bank century memeriksa para saksi yang terlibat baik secara langsung maupun tidak dalam pengambil putusan bailout bank century.

Setidaknya pidato SBY tersebut tidaklah dibilang tepat dan hanya menimbulkan perseteruan antara eksekutif dengan legislatif saja, meskipun apa yang telah disampaikanya guna bertujuan untuk mempertahankan pemerintahan lima tahun mendatang. Akan tetapi, jikalau pemerintahan SBY menilai bahwa kebijakan talangan dana bank century dikatakan tepat, mengapa sebelum jauh hari dibentuknya panitia angket skandal century SBY enggan mengatakan bahwa ia mendukung atas kebijakan yang di ambil secara bersama oleh ketua KSSK Sri Mulyani dan Gubernur BI saat itu Boediono tersebut? Sikap inilah yang dapat kita katakan bahwa SBY hanya mengelabui rakyat untuk mendukung kebijakannya atau lebih mendukung opsi A pada sidang paripurna putusan akhir pansus tersebut.
Kebijakan tidak Bijak
Dalam pidato SBY tersebut, terungkap bahwa ia sebenarnya mendukung kebijakan bailout bank century. Menurut pandangan SBY, penyuntikan dana talangan bank century tersebut tidak lain adalah guna menyelamatkan perekonomian negara dari ancaman krisis global pada tahun 2008 silam. Tidak hanya itu, secara mengejutkan beliau juga mengatakan uang negara untuk pendanaan bank century tidak dapat menimbulkan kerugian keuangan negara. Benarkah demikian?

Pada pergelaran pansus kasus bank century beberapa waktu di gedung dewan, banyak para ahli ekonomi yang bertindak sebagai saksi maupun keterangan ahli mengatakan bahwa bank century adalah bank kecil yang mana keberadaannya dalam perekonomian negara tidaklah dapat menimbulkan efek yang sangat berarti dan tidak berdampak sistemik. Hal ini tentu saja berbeda pandangan dengan Boediono yang mana terlibat secara langsung dalam kebijakan bailout bank century. Boediono mengatakan bank century diibaratkan sebagai rumah perampok yang terbakar pada sebuah kampung yang rentan akan bahaya api sehingga harus diselamatkan agar tidak menjalar ke rumah lainnya. (Harian Analisa, 06/03/10).

Melihat sikap Boediono yang mengatakan bahwa rumah perampok yang terbakar tersebut harus diselamatkan agar tidak menjalar ke rumah lainnya dapat dikatakan sebagai sikap yang tidak menggunakan logika. Sebab, kebijakan mengelontorkan uang rakyat ke rumah perampok tersebut kurang bijak. Sebagaimana yang kita ketahui, hingga kini potret buramnya kemiskinan, kebodohan, kurangnya mendapatkan kesehatan yang layak, serta jauh daripada kesejahteraan sangat dirasakan oleh sebagian rakyat republik ini.

Bagaimana mungkin, uang yang dari rakyat tersebut mengalir begitu saja ke rumah perampok. Setidaknya, apakah pejabat kita saat itu tidak dapat menggunakan cara yang lebih bijak dalam menyelamatkan rumah perampok agar tidak menjalar ke rumah rakyat lainnya? Memberikan uang rakyat secara jor-joran, yang mana rakyat kita masih sangat membutuhkan dana sebesar itu bukanlah merupakan kebijakan yang dapat dikatakan bijak dan lebih tepat sebagai sikap yang tidak berpihak terhadap kepentingan rakyat.

Tidak Dapat ke Jalur Hukum?

Pada kesempatan berpidato itu juga, SBY tidak lupa mengingatkan kepada publik dan terlebih kepada lawan politiknya, bahwa kebijakan penyelamatan bank century dengan menyuntikan dana Rp. 6,7 Triliun tidak dapat dibawa ke jalur hukum untuk diproses secara mendalam. Padahal banyak kasus tentang kebijakan pejabat dapat di pidana sesuai koridor hukumnya. Burhanuddin Abullah yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur BI terseret kasus hukum dan dijebloskan ke sel tahanan, mengapa? Sebab, Gubernur BI saat itu membuat kebijakan yang menyalah dengan kasus BLBI. Padahal Burhanuddin Abdullah sama sekali tidak menikmati uang hasil penyuntikkan dana tersebut.

Tidak hanya itu, besan SBY sendiri yakni Aulia Pohan juga terlibat skandal BLBI dengan secara tidak langsung membuat kebijakan BLBI, yang mana pada saat itu ia menjabat sebagai Deputi Gubernur BI. Melihat beberapa contoh pejabat kita yang terseret kasus hukum akibat membuat kebijakan tersebut, tentu dapat menjadi acuan bahwa skandal bank century yang mirip dengan skandal BLBI tersebut dapat diproses secara hukum.

Proses hukum bank century seyogyanya juga dapat dibawa ke ranah hukum pidana. Sebab, apabila proses hukum tersebut dibawa ke pranata impeachment, maka banyak proses yang harus dilalui dan publik harus menggigit jari menatap perdebatan politik yang sangat panjang dan penuh dengan intrik dan muatan politis belaka. Berbeda halnya apabila kasus ini dibawa ke ranah hukum pidana, pihak manapun tidak dapat mengintervensi proses yang menjadi kewenangan yudikatif.

Menanti Sikap Ksatria Pejabat

Terseretnya ketua KSSK Sri Mulyani dan mantan Gubernur BI Boediono dalam keterlibatan kebijakan bailout century cukup menyita perhatian publik beberapa bulan belakangan ini. Bahkan, pansus hak angket bank century telah secara terang-terangan dan dengan lantang menyebutkan kedua pejabat tersebut turut bertanggungjawab atas pengucuran dana yang tidak wajar tersebut. Melihat adanya tekanan politik yang semakiin deras, wajar apabila Presiden SBY melalui pidatonya membela keberadaan Sri Mulyani dan Boediono agar tetap menjalankan tugasnya dalam pemerintahan sebagai Menteri Keuangan dan Wakil Presiden.

Bahkan, wakil presiden Boediono juga melalui siaran pers mengatakan ia akan tetap menjalankan amanat yang diberikan rakyat kepadanya dengan tidak mau lari dari tanggungjawabnya. Tapi, apakah sikap pertanggungjawaban harus dengan menjalankan jabatannya?. Apabila kasus skandal bank century yang telah disepakati oleh pansus telah masuk ranah hukum pidana, maka secara otomatis Sri Mulyani maupun Boedino telah berstatus sebagai tersangka, yang mana sebelumnya akan ditetapkan sebagai saksi. Alangkah lebih ksatrianya kedua pejabat ini jika lebih memilih secara inisiatif melepaskan jabatannya sementara waktu hingga proses hukum yang menimpa mereka telah selesai dijalani.
Hingga kini sangat sulit untuk melihat pejabat di republik ini agar dengan sukarela melepaskan jabatannya dikarenakan terlibat kasus hukum. Negeri kita memang begitu banyak menyimpan para pejabat yang hanya berani berlindung dibalik jabatannya. Jikalau Sri Mulyani dan Boediono dengan berinisiatif mengundurkan diri, pastinya publik yang akan menilai bahwa kedua pejabat dengan latar belakang ekonomi tersebut memiliki sikap ksatria dan tidak mementingkan kepentingan pribadi.

Berbeda halnya apabila dikemudian hari kedua pejabat ekonomi tersebut diturunkan secara paksa, maka rakyat akan memandang rendah pejabat tersebut. Dengan kata lain, turun tahtahnya secara paksa kedua pejabat tersebut akan mencoreng jasa-jasanya yang begitu besar terhadap pembangunan negeri ini.

Semoga di kemudian hari pejabat kita dapat memimpin rakyatnya dengan membuat kebijakan yang bijak dan lebih mementingkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan golongan. Terlebih lagi, proses hukum kasus bank century tidak dipolitisi dan tidak di intervensi oleh pihak-pihak tertentu. Hukum harus tetap menegakkan panji keadilannya. Jika Boediono maupun Sri Mulyani ditetapkan bersalah dalam membuat kebijakan bank century, maka presiden SBY harus lebih bijak menanggapinya dan menerima putusan tersebut. Akan tetapi, jika kedua pejabat tersebut melalui proses-proses pembuktian di pengadilan tidak terbukti bersalah, maka para politisi jangan membuat arus perpolitikan di negeri ini menjadi semakin kacau. Semoga..!!