Minggu, 20 September 2009

Idul Fitri, 1 Syawal 1430 H: Kembali Suci Pasca Berpuasa

Oleh: Andryan, SH


Setelah lebih kurang sebulan penuh kita selaku umat muslim berjuang untuk menunaikan salah satu perintah dan rukun islam yakni berpuasa di bulan suci Ramadhan, kini saatnya kita menyambut hari yang sangat fitrah di hari raya Idul Fitri. Kita patut bergembira dan terharu sebab hampir sebulan penuh kita berjuang menghadapi berbagai tantangan yang dapat menghalangi kita untuk berserah dan bertakwa kepada sang Khalik.


Seperti yang telah menjadi budaya tahunan, setiap hari Raya Idul Fitri tiba bahkan beberapa hari menjelang hari kemenangan, masyarakat Indonesia yang notabene adalah umat muslim terbesar di dunia larut dalam menyambut hari Raya Idul Fitri seperti pulang kampung dari tempat perantauan atau istilah kerennya mudik untuk berlebaran bersama sanak keluarga. Kemudian bagi kalangan anak-anak atau remaja menjelang lebaran juga sibuk mencari pakaian baru seperti baju, celana, jaket, sepatu/sendal dan sebagainya. Mereka tentu ingin serba baru dan larut dalam kegembiraan di hari kemenangan tiba. Bagi kalangan ibu-ibu dan anak gadis perempuan, pada saat lebaran tiba hal yang paling dinantikan tentu saja jamuan makanan dan kue-kue lebaran dengan berbagai aneka ragam model dan rasanya. Sedangkan bagi kalangan bapak-bapak, lebaran adalah saat yang tepat dimana anak-anak mereka telah menunggu kehadiran untuk membagikan uang THR atau salam tempel. Begitulah rutinitas di hari raya Idul Fitri setiap tahunnya.


Akan tetapi, di saat kita merayakan dengan suka cita di lebaran tiba, tentu ada beberapa orang-orang di sekitar kita yang tidak dapat merasakan kebahagiaan sebagaimana yang kita alami, seperti telah ditinggal oleh sanak keluarganya yang bersama mereka pada lebaran sebelumnya. Ada juga umat muslim yang pada lebaran tiba tapi ia merasakan seperti hari-hari lainnya dan tidak ada perbedaan signifikan, sebab pada lebaran tiba ia tidak merasakan seperti yang umat lainnya dengan berpakaian baru, masakan yang lezat, dan berkumpul dengan sanak keluarga dengan hawa yang tentunya sangat berbahagia. Mereka tentu saja kurang beruntung dibandingkan dengan umat yang lainnya, hal inilah yang menjadi perhatian kita bersama dengan memberikan sedikit rezeki yang Allah berikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, bukankah lebaran adalah hari Raya kebersamaan umat islam? Mengapa kita tidak ingin berbagi kebahagiaan dengan umat yang kurang beruntung tersebut?.


Makna Idul Fitri


Apabila kita telusuri lebih dalam, bahwa hari raya Idul Fitri bukanlah bagi mereka yang memiliki pakaian baru, masakan dengan beraneka ragam nan lezat serta memberikan uang saku kepada sanak keluarga. Sebab, makna Idul fitri adalah kembali ke fitrah atau kesucian diri, seperti halnya kita baru dilahirkan ke muka bumi. Selama sebelas bulan kita tidak bisa lepas dari dosa yang telah mengotori jiwa kita, maka pada saat hari raya Idul Fitri adalah hal yang tepat untuk kita agar dapat kembali mencapai kesucian diri.


Abu Hurairah ra. Menceritakan, Rasulullah Saw. Bersabda, “Barang siapa yang berpuasa pada bulan ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya ia akan mendapat ampunan dari dosa-dosanya terdahulu.” (HR. Khamsah dan Ahmad). Hal inilah yang memberikan makna kepada kita bahwa Idul Fitri bukan dimaknai untuk berpesta-pesta. Kemudian disamping memberikan ketakwaan kita kepada Allah Swt, Idul Fitri juga mampu mengampunkan dosa-dosa kita kepada bapak-ibu, sanak keluarga, dan tetangga kita melalui tali silatuhrahmi dengan saling meminta dan memberi maaf. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam Hadis bahwa, “Dosa-dosa terhadap sesama manusia akan mendapat ampunan jika telah dibersihkan (dimintakan maaf) diantara sesama manusia sendiri. Jadi dengan silaturahim dan saling minta maaf pendakian kita ke awal kesucian akan lebih mudah dicapai”.


Lebih jauh lagi Sunan Bonang pernah mengatakan bahwa, “Idul Fitri adalah hari kesucian yang dilambangkan dengan masakan ketupat atau kupat, yakni beras putih yang dibungkus dengan janur (daun kelapa)”. Katanya lambang itu diartikan sebagai hati yang putih bersih (jatining nur) yang dimiliki orang yang kembali suci. Kupat itu sendiri bisa diartikan sebagai “laku sing papat” (empat keadaan), yaitu lebar, lebur, luber, dan labur. Lebar itu artinya selesai kewajiban puasanya, Lebur berarti habis dosa-dosanya, Luber berarti melimpah pahalanya, dan Labur berarti bercahaya indah ceria wajahnya. Orang yang benar-benar kembali suci, Idul Fitri tentulah bisa menghabiskan (lebar) puasanya dengan sempurna sehingga habis (lebur) dosa-dosa masa lalunya, bahkan melimpah (luber) pahala dan amal baiknya, serta bersinar cerah (labur) wajahnya.


Ramadhan sebagai Transformasi Diri


Terlepas dari suka cita di hari raya Idul Fitri, bagi sebagian kalangan yang menunaikan ibadah puasa di bulan ramadhan dengan benar, penuh iman, dan kesabaran pastinya kita sangat sedih meninggalkan bulan yang penuh rahmat dengan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an tersebut. Wajar saja kita merasa rindu untuk kembali ke bulan ramadhan lagi, sebab pada bulan ramadhan tersebut kita telah dilatih serta dikekang oleh Allah Swt untuk menjadi pribadi yang penuh kesabaran, ikhlas, disiplin, dan mempunyai kepekaan sosial yang tinggi.


Pada bulan ramadhan kita dituntut untuk senantiasa bersabar, baik bersabar dalam menahan lapar dan haus, juga bersabar dalam hal menjaga hal-hal yang membatalkan puasa kita seperti pandangan, perkataan, serta perilaku kita yang pada bulan-bulan lainnya acapkali sulit untuk kita jaga dengan baik. Kemudian pada bulan ramadhan juga kita dilatih untuk menjadi pribadi yang benar-benar ikhlas karena Allah Swt, sebab tanpa benar-benar ikhlas maka kita akan kesulitan dalam menjalankan ibadah puasa.


Lalu dengan berpuasa kita dapat menerapkan pola disiplin seperti dalam hal mengkomsumsi makanan dan minuman yang telah disajikan pada saat sahur maupun berbuka puasa. Saat sahur maupun berbuka puasa kita dianjurkan untuk mengkomsumsi makanan dengan asupan gizi yang memadai, hal ini dimaksudkan agar kita dapat menjalankan aktifitas sehari-hari tanpa meninggalkan kewajiban ibadah kita. Hal yang terpenting adalah pola makan yang positif dengan mutu lebih baik dalam jumlah yang lebih sedikit. Dalam berdisiplin tidak hanya untuk makanan dan minuman, tapi juga dalam hal beribadah seperti melaksanakan sholat fardu yang mana harus kita tunaikan dengan tepat waktu dan berjama’ah.


Disamping dapat menggembleng kita menjadi pribadi yang sabar, ikhlas, serta disiplin, ramadhan juga dapat mengajarkan kita untuk mempunyai kepekaan sosial yang tinggi. Tidak anyal lagi bahwa puasa juga diperuntukkan agar kita dapat merasakan kepedihan dan penderitaan orang-orang yang kurang beruntung. Bahkan, dengan melaksanakan puasa pun kita belum benar-benar dapat merasakan seperti yang mereka rasakan setiap saatnya. Kita berpuasa hanya menahan lapar dan haus sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, setelah itu kita dapat menyantap makanan yang membuat perut kita kelabakan untuk menerimanya karena begitu banyak makanan yang ada di meja hidangan. Lalu bagaimana dengan orang yang kurang beruntung tersebut?. Mereka tentunya tidak tau kapan mereka harus menyantap makanan dan minuman, disebabkan kesulitan perekonomian yang mereka alami.


Maka, disamping hari Raya Idul Fitri untuk merayakan kemenangan bagi orang-orang yang ketakwaannya kepada Allah Swt meningkat, juga pada sebelum lebaran tiba umat muslim yang telah mampu diwajibkan untuk menunaikan zakat fitrah yang mana diperuntukkan untuk orang-orang yang kurang mampu agar pada saat lebaran mereka juga merasakan kebahagiaan sebagaimana yang kita rasakan. Kini tibalah saatnya kita sambut hari Raya Idul Fitri dengan suasana kemenangan dan kebahagiaan bersama umat muslim diseluruh pelosok dunia. Semoga lebaran tahun ini kita benar-benar kembali suci dan dapat menjadi pribadi yang bertakwa kepada Allah Swt dan mempunyai kepekaan sosial. Semoga …!!!