Senin, 30 Agustus 2010

Menyoal Remisi Terhadap Koruptor

Beberapa waktu yng lalu bangsa kita telah dihebohkan dengan pemberian remisi terhadap para koruptor oleh pemerintah melalui Kementerian Depkumham sebagai pihak yang berwenang. Entah apa yang ada dibenak pejabat di pemerintahan kita kala itu dengan memberikan pengurangan terhadap para perampok uang rakyat tersebut. Seiing dengan berjalannya waktu pemberian remisi terhadap para koruptor pun seakan terpendam ditengah maraknya kasus perampokan bersenjata api yang tengah melanda di beberapa tempat perdagangan di tanah air. Lalu, belum selesai dan belum tertangkapnya para penjahat tersebut, bangsa kita pun seakan kembali diributkan oleh aksi negeri jiran Malaysia yang kali ini membuat suhu perpolitikan luar negeri menjadi panas setelah ditangkanya tiga anggota sipil DKP yang justru ditangkap diperairan Indonesia.

Setidaknya, meskipun pemberitaan remisi terhadap koruptor seakan sirna oleh aksi maha dahsyat yang berbeda tujuan satu sama lainnya. Akan tetapi, bagi kita selaku rakyat yang berhak atas kesejahteraan dan kemakmuran hidup, pemberian remisi terhadap para koruptor haruslah tetap menjadi polemik bangsa yang harus segera dievaluasi serta ditata ulang sesegera mungkin.

Hampir seluruh bangsa kita menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah yang seakan melukai hati rakyatnya dengan membebaskan serta pengurangi hukuman terhadap para koruptor yang mendekam dijeruji besi. Lantas, meskipun kritik bertubi-tubi menghampiri pemerintah, seolah tanpa adanya rasa berdosa serta bersalah Kemenkumham yang dipimpin oleh Patrialis Akbar tersebut malah membenarkan serta merasa layak atas pemberian remisi untuk koruptor karena di dasari oleh undang-undang. Benarkah demikian dasarnya seperti itu?

Apabila kita mengacu terhadap dasar hukum remisi sebagaimana yang tertuang dalam Keppres No.174 Tahun 1999 tentang Remisi, bahwa dalam ketentuan tersebut tidaklah ada pernyataan wajib untuk memberikan remisi terhadap narapidana. Akan tetapi, pemberian remisi tersebut akan diberikan oleh Menteri Hukum dan Ham apabila narapidana berkelakuan baik selama masa menjalani pidana. Hingga kini ukuran yang dinilai baik tersebut pun beraneka ragam tergantung hati nurani serta kehendak pimpinan lapas atau atasannya lainnya seperti Menkumham.

Lalu, dimanakah dasar hukum tidak layak atau pantasnya pemberian remisi untuk penjahat koruptor?. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 3 (1) huruf a, menyatakan bahwa “berbuat baik kepada negara”, huruf b menyatakan “melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan.

Dalam ketentuan tersebut, bahwa narapidana hanya diberikan apabila yang bersangkutan dapat berbuat baik kepada negara serta melakukan perbuatan yang bermanfaat untuk kemanusiaan. Sedangkan, sebagaimana yang kita ketahui dan telah menjadi rahasia umum, bahwa perbuatan korupsi tidak hanya merugikan negara dengan merampas, pencuri, merampok, serta menggerogoti keuangan negara hingga dapat berakibat buruk terhadap penyelenggaraan negara. Apakah pantas perampok uang negara dikatakan berbuat baik kepada negara, lalu diberikan remisi untuk cepat atau lambat mereka akan bebas serta menikmati kehidupan dengan uang hasil rampasan dari negara?

Tidak hanya itu, perampok uang negara yang dinamakan koruptor tersebut juga dapat menyengsarakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang juga secara langsung dirasakan oleh rakyat sebagai makhluk tak berdosa untuk hidup di negara bergelumuran tikus-tikus nan rakus. Data ICW mencengangkan kita, karena berdasarkan penelitian lembaga pemantau korupsi di Indonesia tersebut mencatakan bahwa lebih kurang 90 juta penduduk kita miskin dan sengsara akibat ulah para koruptor. Masihkah kita lagi-lagi mendukung atau sejenak memikirkan sesaat untuk memberikan remisi terhadap koruptor? Tentu saja tidak untuk tindakan yang hanya menyengsarakan rakyat dan tidak berkemanusiaan tersebut.

Pemerintah Tidak Berkomitmen

Sesungguhnya apa yang telah dilakukan dengan memberikan remisi secara gamlang terhadap koruptor, menyadarkan kita juga bahwa pemerintah kini yang telah dibangun lebih kurang enam tahun lamanya tidaklah ada berkomitmen untuk memberantas praktek korupsi di tanah air. Bahkan, kita pun telah menduga adanya skenario yang menjebloskan Aulia Pohan selaku besan SBY untuk mendekam dijeruji besi agar publik merasa yakin pemerintah dibawah kepemimpinan SBY mendapat sambutan yang hangat untuk memberantas korupsi.

Ketidakseriusan pemerintah untuk membumihanguskan praktek korupsi tidaklah hanya dengan melihat pemberian remisi untuk besannya Aulia Pohan dan juga pemberian Grasi untuk Syaukani, melainkan juga daripada itu berbagai hal-hal yang tidak mendukung pemberantasan korupsi. Tertundanya dasar hukum pembentukan peradilan tindak pidana koruptor (Tipikor), pemberian fasilitas mewah di penjara untuk kasus korupsi, tidak adanya proses lebih lanjut skandal Century, kriminalisasi pimpinan KPK, serta berbagai hal-hal yang seakan kembali menyakinkan kita sebagai rakyat bahwa selama ini pemerintah tidak ubahnya seperti rezim orde baru dan tidak berkomitmen untuk memberantas korupsi.

Praktek korupsi yang hampir melanda disegala dimensi khususnya lembaga pemerintah serta lembaga negara sangatlah kronis, bahkan hampir mustahil diberantas apabila kita melihat segala tindakan dan kebijakan pemerintah dalam menangani masalah korupsi. Para koruptor sebagai pengrusak generasi penerus bangsa serta secara perlahan- lahan dapat membuat negara tenggelam dan hancur seiring semakin suburnya para koruptor di republik ini dengan berbagai macam modus operandi dalam menjalankan niat busuknya tersebut.

Untuk itu, sudah sangat dan sepantasnya-lah pemerintah kembali mengevalusi dan mentata ulang agar segala aturan dapat membuat koruptor jera serta merasa tersiksa atas hukuman yang diterimanya, bukan sebaliknya yang kini kita saksikan begitu nyaman serta mewahnya kehidupan para koruptor dalam menjalankan hukumannya. Terlebih lagi apa yang telah dilakukan para koruptor dengan memakan berpuluh-puluh miliar atau bahkan triliunan rupiah untuk memperkaya diri sendiri haruslah mendapat ganjaran yang serupa dengan apa yang telah dilakukannya.

Koruptor bukan hanya musuh rakyat dan negeri ini, melainkan juga musuh seluruh umat manusia yang mengalami penderitaan, kesengsaraan, dan ketimpangan sosial. Oleh karenanya, tidak ada toleran untuk para koruptor manapun untuk menikmati kehidupannya dengan hasil uang rakyat. Koruptor sangat tidak berkemanusiaan dan hanya mementingkan diri sendiri serta mengabaikan hak orang lain. Sampai kapanpun negeri ini akan terus dihinggapi oleh para koruptor apabila pemerintah masih terus memberikan remisi terhadap penjahat keuangan negara tersebut.

Selasa, 24 Agustus 2010

Mengawal Kedaulatan Negara

Kedaulatan merupakan konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan suatu negara. Kata “daulat” dalam pemerintahan berasal dari kata arab (daulah), yang berarti rezin politik atau kekuasaan. Menurut seorang ahli pikir Prancis, Jean Bodin (1500-1596) mengatakan bahwa kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu negara.

Kedaulatan merupakan suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan dan masyarakat. Dalam hukum konstitusi dan internasional, konsep kedaulatan terkait dengan suatu pemerintahan yang memiliki kendali penuh urusan dalam negerinya sendiri dalam suatu wilayah atau batas teritorial atau geografisnya, dan dalam konteks tertentu terkait dengan berbagai organisasi atau lembaga yang memiliki yurisdiksi hukum sendiri. Penentuan apakah suatu entitas merupakan suatu entitas yang berdaulat bukanlah sesuatu yang pasti, melainkan seringkali merupakan masalah sengketa diplomatik.

Dengan demikian, jika kekuasaan diartikan secara yuridis, maka kekuasaan dapat disebut sebagai kedaulatan. Tentang pengertian kedaulatan ini terdapat perbedaan pendapat oleh beberapa para sarjana karena kedaulatan sering ditinjau menurut sejarahnya. Mula-mula kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan tertinggi yang bersifat mutlak, karena tidak ada kekauasaan lain yang mengatasinya (superlative). Kemudian dengan timbulnya hubungan antar bangsa dan negara, maka kedaulatan itu mulai terasa terbatas, terlebih dengan adanya perjanjian internasional tersebut secara otomatis juga telah mengurangi kedaulatan negara keluar. Kedaulatan ke dalam dengan dibatasi oleh hukum positifnya, sehingga arti kedaulatan ini menjadi relatif.

Kedaulatan suatu negara sangat erat kaitannya dengan wilayah. Wilyah suatu negara merupakan tempat berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat bagi pemrintahan untuk mengorganir dan menyelenggarakan pemerintahannya. Wilayah suatu negara terdiri atas daratan, lauatan, serta udara. Akan tetapi, di antara tiga wilayah tersebut, yang sering menjadi sengketa dan perselisihan antar negara adalah batas wilayah laut. Dewasa ini, masalah wilayah laut telah memperoleh dasar hukum yaitu Konferensi Hukum Laut Internasioan III tahun 1982 yang diselenggarakan oleh PBB atau United Nations Conference on The Law of The Sea (UNCLOS) di Jamaica. Konferensi PBB tersebut pun telah ditandatangani oleh 119 peserta dari 117 negara dan 2 organisasi kebangsaan dunia tangal 10 Desember 1982.

Kedaulatan Indonesia

Indonesia sebagai negara merdeka telah memiliki kedaulatan dari hasil perjuangan revolusi kemerdekaan yang berpuncak pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Akan tetapi, isi proklamasi kemerdekaan itu sendiri barulah bersifat simbolik. Secara teknis, Indonesia sebagai negara merdeka dan menetapkan kedaulatannya pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan disahkannya UUD 1945 sebagai dasar hukum negara dan juga dipilihnya Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden. Maka, secara otomatis sejak saat itu Indonesia telah resmi memiliki kadaulatannya berupa wilayah, pemerintah yang berdaulat, sumber hukum, serta rakyat sebagai warga negara yang sah.

Dalam dunia Internasional, Indonesia pun telah mendapat dukungan dan pengakuan dari negara lain atas kemerdekaan Indonesia dan juga berupa kedaulatan. Ketentuan mengenai wilayah negara ditegaskan pula dalam Pasal 25A UUD 1945 yang menyatakan, “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”.

Mengawal Kedaulatan

Setelah melalui perjuangan yang maha berat dalam mendapatkan kedaulatan, maka sudah barang tentu apa yang telah dicapai tersebut harusnya mendapat perlindungan serta pengawalan dari negara yang telah memiliki kedaulatan. Sebab, apabila negara tersebut lalai dalam mengawal kedaulatannya, maka negara tetangga atau negara lain yang jauh dari wilayah kedaulatannya akan serta merta menduduki bahkan mengklaim memiliki wilayah dari hasil perjuangan tersebut.

Lantas, dapatkah kita menggadaikan begitu saja hasil perjuangan para pendiri negara dalam merebut wilayah dari para penjajah? Tentu saja tidak. Kedaulatan negara adalah harga mati suatu martabat bangsa dan negara. Apabila suatu sebagian wilayah telah dijual atau digadaikan karena kelalaian para pemimpin negeri ini, sama saja kita kehilangan sebagian martabat yang telah diwarisi para leluhur.

Malaysia adalah salah satu negara yang acapkali mengklaim bahkan telah merampas wilayah laut yang merupakan kedaulatan Indonesia. Peristiwa perebutan pulau ambalat yang kaya akan sumber minyak adalah salah satu dari sekian banyak sengketa antar batas wilayah negara. Sebagaimana yang telah kita ketahui juga, bahwa negara Malaysia tidak hanya merampas kedaulatan kita, melainkan berbagai perampasan lainnya seperti pencaplokan budaya, mencuri ikan di wilayah Indonesia, serta kasus-kasus penyiksaan terhadap pahlawan devisa Indonesia yang mengadu nasib di negeri jiran Malaysia.

Indonesia telah merdeka dan memperoleh kedaulatan yang diakui oleh negara-negara Internasional selama lebih kurang 65 tahun. Akan tetapi, martabat serta wibawa Indonesia sebagai negara berdaulat saat ini seakan di injak-injak oleh negara serumpun bahkan negara lainnya akibat kurang tegasnya pemimpin negeri ini dalam memberikan teguran dan sanksi yang mengganggu kedaulatan Indonesia.

Sebagian besar bangsa kita sepakat apabila perundingan diplomatik pun tidak dapat mencapai kata sepakat untuk tidak mengusik-usik kedaulatan negara kita, maka segala upaya termasuk angkat senjata atau perang saudara serumpun pun dapat menjadi jawaban terakhir untuk mengakhiri perselisihan tersebut. Lalu, masihkah para pemimpin kita termasuk juga para kedutaan besar di negara-negara diplomatik berperan aktif mempertahankan kedaulatan republik ini dari para negara penjajah modern?

Untuk dapat mengawal kedaulatan suatu negara tidak hanya dengan memberikan sanksi yang tegas serta teguran yang keras bagi siapa yang mengganggu kedaulatan berupa wilayah negara tersebut, melainkan juga dengan memberikan pendataan atas segala batas-batas maupun pulau-pulau kecil yang masih berada dalam kedaulatan wilayah suatu negara. Kemudian dengan membenahi sistem pertahanan negara baik darat, laut, maupun udara untuk menangkal segala bentuk intimidasi serta penindasan terhadap batas wilayah oleh suatu negara.

Apabila hal ini dilakukan oleh para pemimpin suatu negara, niscaya kedaulatan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan dalam menghadapi para penjajah akan segera dipertahankan. Akan tetapi, jika hal tersebut tidak dilakukan dan dibenani secara akurat, maka sampai kapan pun negeri ini akan selalu dilecehkan, ditindas, dirampas, serta diganggu kedaulatannya oleh negara lain, terutama negara tetangga. Kedaulatan negeri ini adalah harga mati yang harus dipertahankan untuk mengangkat martabat serta harga diri di dunia Internasional agar bangsa dan negara republik ini dapat dikatakan masih mempunyai wibawa dan jati diri dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.

Senin, 02 Agustus 2010

Menyambut Bulan Ramadhan, 1431 H : Ramadhan Sebagai Transformasi Diri

Bulan suci ramadhan kini sedang menanti kita. Bulan yang penuh berkah ini akan kembali menghinggapi umat muslim di seluruh pelosok dunia. Dengan kehadiran bulan ramadhan, maka kita selaku umat muslim akan kembali dipenuhi dan dilimpahi pahala yang sangat besar dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Hal ini pun sebagaimana yang diceritakan oleh Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang berpuasa pada bulan ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya ia akan mendapatkan ampunan dari dosa-dosa yang terdahulu.” (HR.Khamsah & Ahmad)

Kita diwajibkan untuk menyambut kehadiran bulan ramadhan dengan penuh suka cita. Karena bulan ramadhan tentu selain memiliki berjuta hikmah serta berkah dibandingkan dengan sebelas bulan lainnya, juga bulan ramadhan merupakan bulan yang penuh rahmat dengan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman kehidupan umat islam hingga akhir zaman. Maka, tidak heran begitu banyak umat yang menyambut datangnya bulan ramadhan dengan penuh suka cita karena Allah Swt.

Limpahan Pahala dan Pintu Surga

Pada bulan ramadhan Allah Swt telah menjanjikan limpahan pahala dan pintu surga bagi hamba-Nya yang menunaikan ibadah puasa dan ibadah lainnya di bulan ramadhan. Cerita Shl ra., bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat suatu pintu (masuk) yang dikenal dengan nama Ar-Rayyan, kelak di hari kiamat orang-orang yang ahli puasa masuk dari pintu itu, tiada seorang pun yang memasukinya kecuali hanya mereka. Dikatakan (dari pintu itu), “Manakah orang-orang yang puasa”, lalu mereka masuk (ke surga) dari pintu itu. Apabila orang yang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu itu ditutup, lalu tidak ada seorang pun yang masuk dari pintu itu” (HR.Syaikhain & Nasa’i).

Rasulullah Saw bersabda dalam hadis yang di riwayatkan oleh Baihaqi, Ahmad & Imam Bazzar, “Dalam bulan ramadhan umatku diberi lima perkara yang tidak pernah diberikan kepada (umat) seorang Nabi pun sebelumku; yang pertama, apabila awal puasa ramadhan tiba, maka Allah Swt memandang kepada mereka, barang siapa yang Allah Swt mau memandang kepadanya, niscaya Allah Swt tidak akan menyiksanya selama-lamanya. Yang kedua, sesungguhnya bau mulut mereka (yang berpuasa) di kala sore hari lebih wangi daripada bau minyak kesturi di sisi Allah Swt.

Yang ketiga, sesungguhnya para malaikat meminta ampun buat mereka pada siang dan malam (bulan ramadhan). Yang keempat, sesungguhnya Allah Swt memerintahkan kepada surga-Nya, lalu berfirman, “Bersiap-siaplah engkau dan hiasilah dirimu untuk hamba-hamba-Ku, mereka sudah dekat masanya untuk beristirahat dari kelelahan dunia menuju ke rumah-Ku dan penghormatan-Ku.

Yang kelima, sesungguhnya apabila tiba akhir malam bulan ramadhan, Allah Swt mengampuni mereka semuanya. Kemudian seorang lelaki dari kalangan kamu ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan malam terakhir itu adalah malam kemuliaan (Lailatul Qadar)?” Rasulullah Saw menjawab, “Bukan, tidakkah engkau melihat kepada para pekerja yang sedang bekerja itu, apabila mereka selesai dari pekerjaannya, niscaya mereka akan segera memperoleh upah-upah mereka.”

Ramadhan Sebagai Transformasi Diri

Bulan ramadhan selain memiliki pahala yang berlimpah sebagaimana yang telah ditegaskan dalam sabda Rasulullah di atas, bulan ramadhan juga sebagai bulan transformasi diri agar kita menjadi pribadi yang berkualitas secara spiritual, emosional, serta dapat meningkatkan vitalitas dan energy tubuh kita dalam menjalankan kehidupan di dunia. Oleh karenanya, selama bulan ramadhan kita dituntut untuk menjadi pribadi yang sabar, ikhlas, serta disiplin.

Selama bulan ramadhan tersebut kita tentunya harus senantiasa bersabar, baik bersabar dalam menahan lapar dan haus, juga bersabar dalam hal menjaga hal-hal yang membatalkan puasa kita seperti pandangan, perkataan, serta perilaku kita yang pada bulan-bulan lainnya acapkali sulit untuk kita jaga dengan baik. Kemudian pada bulan ramadhan juga kita dilatih untuk menjadi pribadi yang benar-benar ikhlas karena Allah Swt, sebab tanpa benar-benar ikhlas maka kita akan kesulitan dalam menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan.

Lalu dengan berpuasa kita dapat menerapkan pola disiplin seperti dalam hal mengkomsumsi makanan dan minuman yang telah disajikan pada saat sahur maupun berbuka puasa. Saat sahur maupun berbuka puasa kita di anjurkan untuk mengkomsumsi makanan dengan asupan gizi yang memadai, hal ini di maksudkan agar kita dapat menjalankan aktifitas sehari-hari tanpa meninggalkan kewajiban ibadah kita. Hal yang terpenting lagi adalah pola makan yang positif dengan mutu lebih baik dalam jumlah yang lebih sedikit. Dalam berdisiplin tidak hanya untuk makanan dan minuman, tapi juga dalam hal beribadah seperti melaksanakan sholat fardu yang mana harus kita tunaikan dengan tepat waktu dan berjama’ah.

Disamping dapat menggembleng kita menjadi pribadi yang sabar, ikhlas, serta disiplin, bulan ramadhan juga dapat mengajarkan kita untuk senantiasa mempunyai kepekaan sosial yang tinggi. Tidak anyal lagi bahwa puasa juga diperuntukkan agar kita dapat merasakan kepedihan dan penderitaan orang-orang yang kurang beruntung. Bahkan, dengan melaksanakan puasa pun kita belum benar-benar dapat merasakan seperti yang mereka rasakan setiap saatnya. Kita berpuasa hanya menahan lapar dan haus sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, setelah itu kita dapat menyantap makanan yang membuat perut kita kelabakan untuk menerimanya karena begitu banyak makanan yang ada di meja hidangan. Lalu, bagaimana dengan orang yang kurang beruntung tersebut?. Mereka tentunya tidak tau kapan mereka harus menyantap makanan dan minuman, disebabkan kesulitan perekonomian yang mereka alami.

Bulan ramadhan memang merupakan bulan yang penuh rahmat, selain berlimpahan pahala dengan dibukakan selebar-lebarnya pintu surga dan juga sebagai trasformasi diri kita menjadi pribadi yang lebih baik, bulan ramadhan lagi-lagi memiliki limpahan yang maha dasyat. Limpahan selain pintu surga, yakni limpahan rezeki bagi yang mengharapkan rezeki dari Allah Swt.

Tidak dapat kita pungkiri bahwa dengan kehadiran bulan ramadhan, banyak umat yang berkelimpahan pintu rezeki yang tidak disangka-sangka. Salah satu pintu rezeki yang sangat hidup di bulan ramadhan yakni aneka santapan makanan dan minuman. Tentunya banyak pedagang yang memperoleh keuntungan berlipat-lipat dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Selain itu, ada juga pedagang pakaian yang seakan mendapat rezeki bulanan yang berlimpah. Karena bisnis pakaian pada saat bulan ramadhan-lah yang paling diminati untuk persiapan menyambut lebaran tiba.

Bulan ramadhan kini sedang dihadapan kita untuk kembali mencurahkan segala rahmat dan berkahnya. Kita patut bersyukur pada ramadhan tahun ini Allah Swt masih memberikan kita umur dan fisik yang sehat dalam menjalankan ibadah di bulan ramadhan. Maka sudah sepantasnya-lah kita jadikan bulan ramadhan tahun ini sebagai bulan penyerahan diri kita di hadapan Allah Swt. Sebab, boleh jadi bulan ramadhan tahun ini adalah bulan ramadhan yang terakhir bagi kita apabila ajal telah menjemput kita.

Tidak ada lagi bulan seindah bulan ramadhan. Oleh karenanya, janganlah merusak bulan yang penuh berkah ini dengan tindakan acapkali mencela dan merusak agama islam itu sendiri seperti asmara subuh dengan bergandengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, serta bermain petasan pada malam hari yang hanya mengganggu orang lain dan merusak ibadah shalat tarawih. Bulan ramadhan adalah bulan yang sangat tepat sebagai bulan evaluasi bagi diri kita yang selama sebelas bulan sering kita abaikan. Semoga bulan ramadhan tahun ini selain sebagai bulan transformasi pribadi kita ke arah yang lebih baik dan berkualitas, juga dapat meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt, serta dapat meningkatkan kualitas hidup kita dengan bersikap sabar, ikhlas, dan disiplin.